Getah pinus Perhutani raih sertifikat ekolabel

id Ekolabel, fsc, perhutani, getah pinus

Getah pinus Perhutani raih sertifikat ekolabel

Hutan pinus yang dikelola Perhutani di Pulau Jawa, yang pada September 2022 komoditas getah pinusnya meraih sertifikat ekolabel FSC pertama di Indonesia. (FOTO ANTARA/HO-FSC Indonesia)

Dengan harga resin pinus dunia saat ini, dapat diperkirakan bahwa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar yang bergantung padanya adalah sekitar 4 juta dolar AS," katanya.
Bogor (ANTARA) - Getah pinus yang dikelola oleh PT Perhutani meraih sertifikat ekolabel pertama di Indonesia menurut organisasi nirlaba global Forest Stewardship Council (FSC).

"Sehingga menjadi unit manajemen hutan pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikasi FSC untuk getah pinus seluas 107.667 hektare pada bulan September 2022," kata Manajer Marketing dan Komunikasi FSC Indonesia, Indra Setia Dewi dalam penjelasan kepada ANTARA di Bogor, Jabar, Ahad (23/10) 2022.

Baru-baru ini, Perhutani, yang merupakan pengelola hutan tanaman di Pulau Jawa, untuk produksi kayu daun lebar, kayu daun jarum, getah pinus dan daun kayu putih di Pulau Jawa telah memperluas cakupan sertifikasi FSC mereka ke komoditas getah pinus.

Ia menjelaskan total luas hutan di bawah pengelolaan Perhutani di Pulau Jawa seluas 2,5 juta hektare.

Baca juga: Pemerintah perlu segera merespons penolakan penetapan KHDPK
Baca juga: Artike - Madu hutan, asa meramu pelestarian alam


Sedangkan yang bersertifikasi FSC adalah seluas 399.000 hektare, meliputi 10 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yaitu KPH Banten, Ciamis, Kendal, Kebonharjo, Cepu, Randublatung, Madiun, Banyuwangi Utara, Banyumas Barat, dan Lawu Ds.

Dengan sertifikasi FSC, kata dia, Perhutani telah meningkatkan nilai produk dan menambah pendapatan masyarakat lokal yang hidup bergantung sebagai penyadap getah pinus.

Baca juga: Artikel - Menembus hutan dan lautan Papua untuk Pemilu jurdil

"Dengan harga resin pinus dunia saat ini, dapat diperkirakan bahwa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar yang bergantung padanya adalah sekitar 4 juta dolar AS," katanya.

Baca juga: KPH Mabar atasi sampah lewat pemanfaatan produk hutan

FSC mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan dengan hasil hutan bukan kayu, mulai dari rotan, bambu, karet, jamur hutan hingga getah.

Baca juga: BMKG imbau waspadai potensi karhutla pada tiga pulau di NTT

Baca juga: Artikel - Saskia, perempuan pejuang mangrove dari kampung Lantebung

Hasil hutan bukan kayu saat ini digunakan sebagai bahan baku utama dan pendukung untuk pembuatan bermacam-macam produk yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari getah pinus adalah bahan baku untuk marka jalan,pengisi kertas, produk kosmetik, minyak, dan sabun, demikian Indra Setia Dewi.

Baca juga: Manggarai Barat berpotensi dilanda angin kencang
Baca juga: BMKG: Semua daerah NTT berstatus sangat mudah karhutla