Kupang (ANTARA) - Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang, I Gusti Nyoman Rachmat Taufiq mengatakan pihaknya tidak melarang siapa pun yang ingin mendatangkan orang asing untuk melakukan bakti sosial.
"Namun, pihak yang mendatangkan orang asing harus terlebih dahulu mempelajari prosedur yang berlaku di negara kita," kata Gusti Nyoman Racham Taufig kepada ANTARA di Kupang, Senin (21/10).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan deportasi enam warga negara Malaysia, yang melakukan sunatan massal di Pulau Sumba karena dinilai melanggar UU Keimigrasian pada Senin, (21/10) pagi melalui Bandara El Tari Kupang menuju Jakarta.
"Memang benar, sunatan massal gratis itu hal yang positif, namun demikian ada prosedur yang harus dipenuhi. Aturan dibuat sedemikian rupa bukan untuk mempersulit, tetapi semata-mata untuk melindungi masyarakat dari potensi malpraktik tenaga kesehatan asing," katanya.
Baca juga: Imigrasi Kupang bentuk tim pengawasan orang asing
Baca juga: WN Turki dan Lebanon ditahan Imigrasi Kupang
Menurut dia, sebelum enam warga negara Malaysia itu di deportasi, mereka telah menjalani proses pemeriksaan secara bersama.
"Setelah mereka diamankan, penyidik Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang dan pemeriksa dari Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Provinsi NTT kemudian menindaklanjuti temuan tersebut dengan melakukan pemeriksaan bersama pada Sabtu (19/10) di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang," katanya.
Pemeriksaan bersama tersebut merupakan wujud sinergi lintas instansi, untuk mencegah dampak negatif keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, menurut Nyoman, secara keimigrasian enam WN Malaysia tersebut memenuhi unsur pasal 75 angka 1 UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Baca juga: Imigrasi Kupang sosialisasikan aplikasi pembuatan paspor daring
Baca juga: Polisi serahkan tujuh WNA China ke imigrasi
"Jadi mereka dikenakan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan selama enam bulan karena tidak menaati peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan," tambahnya.
Enam orang WN Malaysia tersebut masuk ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali pada 11 Oktober 2019 lalu dengan izin tinggal Bebas Visa Kunjungan (BVK) selama 30 hari.
Nyoman berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi pihak pihak yang akan mendatangkan orang asing dalam rangka bakti sosial, agar terlebih dahulu mempelajari prosedurnya dan berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.
"Mudah-mudahan ini yang terakhir. Imigrasi bersama unsur Pemda, TNI, Polri, dan Komunitas Intelijen yang tergabung dalam Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) akan selalu memantau kegiatan dan keberadaan orang asing sehingga dapat mencegah hal-hal yang merugikan masyarakat," katanya.
Baca juga: Imigrasi Kupang Deportasi 41 WN Vietnam
Baca juga: Imigrasi terkendala peralatan di LTSA
"Namun, pihak yang mendatangkan orang asing harus terlebih dahulu mempelajari prosedur yang berlaku di negara kita," kata Gusti Nyoman Racham Taufig kepada ANTARA di Kupang, Senin (21/10).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan deportasi enam warga negara Malaysia, yang melakukan sunatan massal di Pulau Sumba karena dinilai melanggar UU Keimigrasian pada Senin, (21/10) pagi melalui Bandara El Tari Kupang menuju Jakarta.
"Memang benar, sunatan massal gratis itu hal yang positif, namun demikian ada prosedur yang harus dipenuhi. Aturan dibuat sedemikian rupa bukan untuk mempersulit, tetapi semata-mata untuk melindungi masyarakat dari potensi malpraktik tenaga kesehatan asing," katanya.
Baca juga: Imigrasi Kupang bentuk tim pengawasan orang asing
Baca juga: WN Turki dan Lebanon ditahan Imigrasi Kupang
Menurut dia, sebelum enam warga negara Malaysia itu di deportasi, mereka telah menjalani proses pemeriksaan secara bersama.
"Setelah mereka diamankan, penyidik Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang dan pemeriksa dari Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Provinsi NTT kemudian menindaklanjuti temuan tersebut dengan melakukan pemeriksaan bersama pada Sabtu (19/10) di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang," katanya.
Pemeriksaan bersama tersebut merupakan wujud sinergi lintas instansi, untuk mencegah dampak negatif keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, menurut Nyoman, secara keimigrasian enam WN Malaysia tersebut memenuhi unsur pasal 75 angka 1 UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Baca juga: Imigrasi Kupang sosialisasikan aplikasi pembuatan paspor daring
Baca juga: Polisi serahkan tujuh WNA China ke imigrasi
"Jadi mereka dikenakan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan selama enam bulan karena tidak menaati peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan," tambahnya.
Enam orang WN Malaysia tersebut masuk ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali pada 11 Oktober 2019 lalu dengan izin tinggal Bebas Visa Kunjungan (BVK) selama 30 hari.
Nyoman berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi pihak pihak yang akan mendatangkan orang asing dalam rangka bakti sosial, agar terlebih dahulu mempelajari prosedurnya dan berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.
"Mudah-mudahan ini yang terakhir. Imigrasi bersama unsur Pemda, TNI, Polri, dan Komunitas Intelijen yang tergabung dalam Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) akan selalu memantau kegiatan dan keberadaan orang asing sehingga dapat mencegah hal-hal yang merugikan masyarakat," katanya.
Baca juga: Imigrasi Kupang Deportasi 41 WN Vietnam
Baca juga: Imigrasi terkendala peralatan di LTSA