Jakarta (ANTARA) - Masih terbata dan diiringi berat aliran nafas, ketika ingatannya harus dipaksa kembali, untuk memutar rekaman peristiwa bencana alam yang memporak-porandakan desanya.
Teriakan dan tangisan keluarga masih kerap terngiang jika ia termenung. Angin Siklon Tropis Seroja, telah menjadi mimpi buruk bagi Mohammad Mansyur yang tinggal di desa Kampung Nelayan Oesapa, Kota Kupang, NTT.
“Saya tidak sempat selamatkan semua rekan, diantaranya harus meninggal di tengah laut karena tidak mendapatkan informasi lebih dini,” kata Mohammad Mansyur yang akrab disapa Dewa, kepada Antara di Jakarta dalam sambungan seluler.
Meski kehilangan beberapa rekannya di laut, Dewa yang juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Angsa Laut telah menyelamatkan ratusan warga, berkat peringatan dini melalui pesan seluler yang ia sebarkan kepada seluruh warga, bahwa cuaca buruk akan segera datang di wilayah pesisir pantai tersebut.
Malam itu, percikan air laut yang ia dengar tak seramah biasanya, gelombang air laut pun tak seriang seperti sebelumnya. Pikiran Dewa pun kalut, membawa berbagai ketakutan menghadapi laut, di mana kerap ia taklukkan. Untuk pertama kali, ia ragu berada di atas kapalnya sendiri, meski situasinya sudah terlambat untuk kembali injak bumi.
Baca juga: Puluhan unit alat tangkap nelayan Kupang belum dievakuasi
Sembilan kapal telah berangkat dari pesisir pantai, membawa harapan penuh terisi ikan. Di tengah laut, Dewa kerap memimpin rekannya, dan tetap harus tenang meski perasaan kalut, ia rasakan.
Jala pun siap ditebar mengisi riak-riak gelombang. Firasatnya makin kuat, jala yang terbiasa terlempar lurus dan kencang, kali ini menjadi perkara yang tak mudah dilakukan.
“Biasanya itu, jala sudah lurus dan terpasang kencang, tapi malam itu tidak, bahkan harus dicoba beberapa kali,” ujarnya.
Membaca tanda alam
Hingga percobaan lebih dari dua kali, hentakan kuat dirasa, jelas sudah itu bukan tarikan ikan yang kuat menurutnya, sebab getarannya mampu dirasakan siapapun yang berada di badan kapal pada saat itu.
Jala tersangkut, dengan cepat Dewa dan rekan melepaskan ikatan yang ada dan menarik jala yang ada di dalam air. Terperanjat semua nelayan mendapati jala yang ditarik. Tak satupun ikan terjerat, melainkan jala tersebut saling menggulung hingga membentuk bola besar antara satu lainnya, seperti ada kekuatan besar yang melilit jala hingga berbentuk seperti bola.
Pandangan semua beralih menuju dasar laut, mencari apa penyebab kemungkinan yang terjadi, arus kuat bawah laut yang menyebabkan hal tersebut terjadi, bagai dasar laut tengah diaduk oleh sesuatu dan menjadi pusaran kuat. Tepat tengah malam, nelayan memutuskan untuk segera kembali ke darat. Pukul 01.00 WITA sembilan kapal berhasil bersandar ke pesisir.
Pagi harinya, cuaca sempat membaik seakan tidak nampak adanya bakal badai. Tapi tidak bagi Dewa, dua hari jelang badai besar datang, ia telah membaca ramalan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Ia melihat data dan grafik yang muncul dari BMKG mengisyaratkan adanya badai besar akan datang.
Dugaan makin kuat, satu hari jelang badai, data grafik BMKG menunjukkan warna ungu yang ia paham bahwa itu merupakan tanda adanya cuaca ekstrem. Dan peristiwa malam tergulungnya jala ikan, adalah satu malam jelang badai Siklon Tropis Seroja datang.
Menyadari semakin kuat peringatan yang ia simpulkan, segera ia menuju ke bibir pantai pada pagi harinya, tanda-tanda badai besar datang yang ia pahami, ia dapatkan semua pagi itu, angin berat, awan menggulung dan air laut surut namun bergelombang menarik kuat.
Banjir dan longsor
Berpikir masih ada waktu, Dewa segera kembali ke desa dan memperingatkan seluruh warga dan perangkat desa. Di saat bersamaan hempasan angin tiba-tiba menguat bahkan sempat menghempas Dewa ke pasir pantai.
Ia mendengar jeritan dari isterinya, segera ia mengajak istri dan keluarganya keluar dari rumah menuju tempat yang lebih aman. Ia memperingatkan teman nelayan lain, untuk segera meninggalkan rumah dan kapal-kapalnya.
Meski hanya beberapa kapal sempat diselamatkan oleh warga desa, sisanya ditinggalkan begitu saja. Dewa, segera menuju ke perangkat desa dan menentukan tempat yang aman untuk berlindung. Madrasah desa mereka pilih sebab memiliki tembok ganda kokoh yang dipercaya lebih aman dalam menghadapi Siklon Tropis Seroja
Mengingat masih memiliki beberapa waktu, Dewa memimpin evakuasi desanya menuju madrasah, sembari ia membagikan peringatan BMKG kepada rekan-rekan lainnya melalui telpon genggam. Diikuti info tambahan dari Dewa, ia memperingatkan rekan lainnya untuk segera menuju ke lokasi pengungsian, yaitu madrasah desa untuk berlindung dari badai besar.
Baca juga: HNSI minta keringanan bagi nelayan kehilangan dokumen akibat Seroja
Untung saja, selama ini masyarakat mempercayai Dewa sebagai pribadi yang mampu membaca ramalan cuaca dari BMKG, sehingga tidak perlu berdebat lagi seluruh warga meninggalkan kapal dan rumahnya untuk segera menuju ke lokasi pengungsian.
Benar saja, setelah beberapa jam peringatan dari Dewa, badai Siklon Tropis Seroja datang mengamuk, menerjang apapun yang dilalui, membawa angin dan banjir. Sebanyak 11 wilayah yang terdiri dari kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) terdampak banjir bandang dan longsor akibat cuaca ekstrem imbas dari bibit siklon dan siklon tropis Seroja.
Akibat siklon ini, ada delapan daerah di provinsi NTT dengan kondisi kerusakan terparah, termasuk antara lain Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Lembata, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Alor, Kabupaten Malaka, dan Kabupaten Sabu Raijua.
Beruntungnya, masyarakat nelayan di Kampung Nelayan Oesapa, Kota Kupang sempat untuk mengungsikan warga kampung ke gedung sekolah dan memindahkan perahu-perahu ke tempat yang lebih aman agar selamat dari gulungan ombak. Hal tersebut akibat adanya peringatan dini yang mampu dipahami oleh salah satu masyarakat yang diteruskan dengan baik kepada seluruh warga.
Peringatan dini
Kemampuan Dewa menafsirkan berbagai tanda-tanda alam dan juga membaca grafik dan simbol BMKG hingga mampu menyelamatkan desanya dari badai siklon, bukan kebetulan semata. Ayah dua orang anak itu, telah mendapatkan pelatihan membaca cuaca dari Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang memang diinisasi oleh BMKG untuk para nelayan.
Meski ada korban jiwa, namun pemahaman informasi yang ditafsirkan oleh Dewa mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa pada hari itu. “Saya bersyukur, sempat memberi peringatan kepada warga desa, meski ada rekan saya masih ada di tengah laut harus menjadi korban, karena tidak mendapatkan pesan dari telepon karena tidak ada sinyal,” ucap Dewa.
Baca juga: Kapal nelayan Kupang hilang saat Seroja belum ditemukan
Info yang Dewa dapat adalah adanya sebuah grup Whatspp dari alumnus SLCN, yang mana, isi dari grup tersebut kerap membagikan data prakiraan cuaca agar aman di laut. Dengan teori pemahaman membaca grafik dan warna Dewa mampu menerjemahkan pesan dan meneruskan kepada masyarakat untuk segera berlindung.
Mengetahui hal tersebut, kepada Antara di Jakarta, Kepala BMKG Stasiun Meteorologi El Tari, Agung Sediono Abadi, mengapreasiasi langkah Dewa atas peringatan dini kepada warga. Bahkan ia sudah mengevaluasi atas kejadian Siklon Seroja. “Ternyata sebaran melalui pesan selular dan diteruskan kepada radio komunitas, merupakan hal yang efektif di daerah,” kata Agung.
Sebab ia menilai pasti aliran arus listrik akan terputus pada kondisi badai, namun radio komunitas seperti Orari masih bisa difungsikan oleh Babinsa dan aparat terkait.*
Artikel - Pesan dari Dewa, selamatkan warga dari badai Siklon Seroja
Ilustrasi - Bangkai kapal yang rusak akibat diterjang badai siklon tropis Seroja menumpuk di perairan sekitar Pelabuhan Perikanan Tenau, Kota Kupang, NTT, Jumat (16/4/2021) (ANTARA/HO-HNSI Kota Kupang)