Artikel - Semburat emas di Mantar

id bukit mantar,desa mantar,paralayang bukit mantar,gunung rinjani,wisata pesisir,wisata sumbawa barat,desa budaya mantar,Artikel pariwisata Oleh Sugiharto Purnama

Artikel - Semburat emas di Mantar

Wisatawan menikmati surya terbit di Bukit Mantar, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Minggu (15/7/2023). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Terbanglah terbang raihlah mimpi. Jangan berhenti terbanglah serdadu kumbang...

Jakarta (ANTARA) - Angin muson timur yang berembus kencang mengibas-ngibaskan puluhan tenda yang berdiri kokoh di Bukit Mantar, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Sekelompok wisatawan duduk membentuk formasi lingkaran sembari menyesap kopi dan mengudap mi rebus untuk menghangatkan tubuh. Mereka menanti surya terbit yang muncul dari balik punggung perbukitan karst.
Pesona dan eksotisme lanskap pesisir barat Pulau Sumbawa yang awalnya gelap gulita itu pun perlahan mulai tersingkap berkat semburat emas matahari pagi yang memantulkan warna-warni permukaan Bumi.
"Selamat datang! Salam dari Mantar, desa di atas awan yang ada di Sumbawa Barat," kata Atun Juniadi (43), warga lokal yang berprofesi sebagai penjual makanan-minuman, saat ditemui di Bukit Mantar, pada pertengahan Juli 2023.
Mantar memiliki ketinggian 630 meter di atas permukaan laut yang berada tak jauh dari Pelabuhan Poto Tano. Bahkan, gumpalan awan bisa terlihat jelas, saking tingginya desa tersebut.
Apabila memakai panduan peta digital, tertulis jarak 22 kilometer yang bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda empat ataupun roda dua dalam waktu tak
sampai satu jam perjalanan.

Sejauh mata memandang tampak gugusan pulau-pulau kecil Gili Balu dengan latar belakang Gunung Rinjani yang menjulang setinggi 3.726 meter di Pulau Lombok.

Bulir-bulir embun masih melekat pada rerumputan, lalu perlahan menguap ke udara. Desa Mantar adalah desa tertinggi di Sumbawa Barat.
Jika musim kemarau, keindahan alam tropis berupa gunung, lahan persawahan, perbukitan, laut, kapal-kapal penyeberangan, dan gugusan pulau-pulau kecil dapat terlihat jelas karena tak ada awan yang menutupi pandangan mata.
Awan putih yang berbentuk gumpalan kapas acapkali muncul saat musim hujan di bawah lereng perbukitan bagian timur. Itulah waktu paling pas jika ingin merasakan sensasi bermukim di atas awan.
Bila ingin bermalam di Bukit Mantar, penduduk setempat menyediakan fasilitas penyewaan tenda seharga Rp50 ribu per unit. Selain tenda, rumah-rumah penduduk juga bisa disewa menjadi homestay untuk bermalam, dengan tarif mulai dari Rp150 ribu per orang.
Penginapan homestay menyediakan makan pagi dan makan malam, dengan menu lokal, di antaranya sepat dan singang yang berbahan utama ikan.
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat mencatat ada lebih dari 50 orang berkemah di Bukit Mantar, dan sekitar 300 wisatawan berkunjung pada setiap akhir pekan.
Atun bercerita sejumlah wisatawan dari Iran, Papua, Singapura, hingga Prancis pernah menginap di rumahnya untuk menikmati keindahan Bukit Mantar saat pagi tiba.
Permukiman penduduk hanya berjarak sekitar 500 meter dari puncak bukit. Selepas subuh, wisatawan yang bermalam di homestay biasanya langsung bergerak naik ke Bukit Mantar dan wisatawan yang berkemah hanya perlu membuka pintu tenda untuk bisa menikmati keindahan Matahari terbit.

Desa budaya