Alarm krisis pangan di Indonesia berbunyi sejak awal tahun menyusul disrupsi rantai pasok global akibat konflik geopolitik beberapa negara di dunia. Krisis pangan kian menjadi momok karena datangnya El Nino yang memicu kekeringan berkepanjangan.
Sebagai salah satu negara yang dilintasi garis ekuator, Indonesia mengalami kekeringan panjang sejak pertengahan tahun akibat El Nino yang telah menurunkan produksi pangan di sejumlah wilayah.
Dampak El Nino telah mengakibatkan gagal panen di Sumatera bagian tengah hingga selatan, Pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, dan Papua bagian selatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga memprediksi produksi beras di sisa tahun ini akan turun yang terlihat di empat daerah penghasil utama beras yaitu Sulawesi Selatan yang diperkirakan turun 21,7 persen, Jawa Tengah menurun 17,4 persen, Jawa Barat menurun 11 persen dan Lampung tergerus 4,4 persen.
Di sisi lain, konsumsi beras Indonesia meningkat terlebih menjelang akhir tahun yang merupakan momen konsumsi tinggi. Pada Januari-September 2023 saja, angka proyeksi konsumsi beras nasional mencapai 22,89 juta ton dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 22,62 juta ton.
Pelaksana Tugas Menteri Pertanian (Mentan) yang juga Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi membenarkan dampak El-Nino menurunkan produksi beras Indonesia hingga 1,2 juta ton dari target produksi tahun ini sebesar 30 juta ton.
Pasokan pangan juga terancam karena negara-negara yang merupakan mitra perdagangan pangan Indonesia menghadapi masalah yang sama. Akibatnya, kebijakan restriksi ekspor pangan harus diterapkan negara-negara tersebut agar pasokan dalam negeri mereka terjaga.
Hingga awal Oktober 2023, terdapat 22 negara yang membatasi ekspor beras. Diketahui, dua negara yang selama ini menjadi eksportir beras ke Indonesia yaitu India dan Vietnam termasuk dari 22 negara tersebut. Hal itu membuat pemenuhan pasokan pangan di dalam negeri kian menantang. Indonesia harus mengamankan perjanjian kuota impor dengan beberapa negara lain meskipun realisasinya belum dibutuhkan saat ini.
Stabilisasi harga