Sosok - Mengenal Nuraini Dessy, Srikandi di dunia pelayaran

id Pelni,Sosok,Nuraini dessy Oleh Putu Indah Savitri

Sosok - Mengenal Nuraini Dessy, Srikandi di dunia pelayaran

Direktur Usaha Angkutan Penumpang PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Persero Nuraini Dessy. (ANTARA/ HO Pelni)

Dalam tiap riaknya, perairan Indonesia memiliki kisah dan kekayaan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat...

Puan kelahiran 8 Desember 1975 ini tumbuh dengan nilai-nilai disiplin yang ditanamkan secara turun temurun dari kakeknya yang merupakan anggota dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), kini menjadi TNI, kepada ayahnya.

Dessy merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dan seluruh sanak saudaranya pun memperoleh nilai-nilai kedisiplinan yang serupa dari ayahnya.

Nilai-nilai kedisiplinan tersebutlah yang berhasil menempa Dessy untuk menjadi sosok tangguh dan pekerja keras, termasuk dalam hal mewujudkan mimpinya untuk berkarier di dunia pelayaran.

Ia meyakini, apabila seseorang menanamkan hal-hal positif di dalam hatinya, dan disertai dengan tindakan nyata yang dilakoni secara konsisten, maka mimpi tersebut dapat terwujud.

Setidaknya, hal tersebutlah yang ia rasakan ketika berhasil menjadi karyawan PT Pelni, usai menempuh pendidikan di Akademi Maritim Suaka Bahari Cirebon, Jawa Barat.

Berbagai asam garam telah ia lalui dalam perjalanan kariernya. Ia memulai perjalanan kariernya pada 2001 sebagai pegawai di bagian operasional, hingga akhirnya berhasil merangkak ke kursi direktur setelah berkarier 22 tahun.

Penunjukannya sebagai Direktur Usaha Angkutan Penumpang pun berdasarkan pada hasil Rapat Umum Pemegang Saham PT Pelni (Persero). Dessy mengatakan bahwa perjalanan kariernya merupakan buah dari kerja kerasnya selama ia mengabdi di perusahaan tersebut.

Selama berkarier, Dessy tetap mengerjakan berbagai penugasan yang diberikan kepada dirinya, meskipun penugasan tersebut tidak termasuk dalam tugasnya. Bagi Dessy, penugasan tersebut merupakan kesempatan dirinya untuk mempelajari hal lainnya.


Stigma dan pembagian waktu