Opini - Menanti arah kebijakan pendidikan Prabowo

id pendidikan,kurikulum,merdeka belajar,mbkm,prabowo Oleh M. Aminudin *)

Opini - Menanti  arah kebijakan pendidikan Prabowo

Siswa kelas XI MIPA mengikuti kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 2 Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (26/7/2024). Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menghapus jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa di jenjang pendidikan SMA pada tahun ajaran 2024/2025 dengan menerapkan Kurikulum Merdeka. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/foc.

Bahwa gotong royong dan kolaborasi dengan masyarakat dan ekosistem itu menjadi hal yang penting...

Jakarta (ANTARA) - Para menteri kabinet Prabowo Subianto akan dilantik dalam waktu dekat. Publik, terutama pemangku pendidikan, sedang menunggu kebijakan apa yang hendak ditempuh Pemerintahan Prabowo di bidang pendidikan selama 5 tahun mendatang.

Apakah akan meneruskan Kurikulum Merdeka Belajar? Menggantinya dengan kurikulum yang sama sekali baru? Atau kembali ke kurikulum sebelum tahun 2019?

Pernyataan Prabowo sebelum Pilpres 2024 bahwa pendidikan di Indonesia saat ini sudah berada di koridor yang benar--walaupun masih ada yang perlu diperbaiki--sepertinya menjadi sinyal bagi kelangsungan Kurikulum Merdeka Belajar.

Dari aspek hukum, Kurikulum Merdeka Belajar memiliki basis yuridis amanat Pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; serta Pasal 31 ayat 3 yang menyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dasar yuridis lain adalah UU Sisdiknas Tahun 2003 bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Terakhir adalah UU Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Regulasi di bidang pendidikan di atas merupakan payung hukum yang kuat bagi eksistensi dan kelangsungan Merdeka Belajar karena kata kuncinya terletak pada kalimat manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Ini seharusnya menjadi jangkar bagi kelangsungan merdeka belajar. Sehingga kurikulum pendidikan tidak bongkar pasang sembarangan.

UU Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3 juga menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Ketentuan UU itu lebih terakomodasi pada Kurikulum Merdeka Belajar dibanding kurikulum sebelumnya. Merdeka Belajar lebih banyak project-based learning untuk mengasah kompetensi yang jauh lebih penting dari menghapal. Dalam perspektif ini anak-anak didik diharapkan bisa mengasah kemandirian, kreativitas, dan karakter.

Dalam kurikulum Merdeka Belajar, project-based learning memegang peran penting untuk melepas sekat-sekat di dunia pendidikan. Merdeka Belajar adalah melepaskan sekat antara dunia industri dan universitas, melepas yang disebut belajar, mengabdi pada masyarakat dan riset, melepaskan sekat fakultas dan universitas.

Sekolah/kampus, semua semua perusahaan, lembaga riset, dan organisasi nirlaba kelas dunia bisa menjadi mini universitas dan memberikan 20 SKS pengajaran.

Program Merdeka Belajar Indonesia saat ini butuh perubahan pola pikir, bahwa anak muda mengambil risiko demi karir adalah hal yang normal. Selain itu, kegagalan dalam proses dengan mencapai cita-cita harus menjadi sesuatu yang normal. Bahwa gotong royong dan kolaborasi dengan masyarakat dan ekosistem itu menjadi hal yang penting.

Karena, saat ini harapan perubahan yang dilakukan akan menimbulkan kepercayaan diri untuk mengambil risiko dan hal yang berbeda dan hal itu diharapkan akan mencetuskan inovator baru yang berani mengambil risiko.

Merdeka Belajar adalah sebuah konsep pengembangan pendidikan di mana seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change). Para pemangku kepentingan tersebut meliputi keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat.

Terdapat tiga indikator keberhasilan program Merdeka Belajar, yaitu partisipasi siswa-siswi dalam pendidikan Indonesia yang merata, pembelajaran yang efektif, dan tiadanya ketertinggalan anak didik. Ketiga indikator tersebut bisa tercapai dengan perbaikan pada hal-hal berikut.

Pertama, adalah hadirnya kebijakan, prosedur, dan pendanaan yang efektif dan efisien. Di dalamnya termasuk kontribusi eksternal, baik dari pihak Pemerintah maupun swasta. Pembelanjaan anggaran pendidikan pun lebih efisien dan akuntabel.

Kedua, perbaikan infrastruktur dan teknologi pendidikan. Infrastruktur kelas di masa depan harus lebih baik dari hari ini. Kemudian platform pendidikan nasional berbasis teknologi juga digalakkan.

Ketiga, adanya kepemimpinan, andil masyarakat, dan budaya yang mendukung. Dalam hal ini, kompetensi guru, kepala sekolah, dan pemerintah daerah harus menjadi perhatian. Selain itu, kolaborasi dan pembinaan baik lokal maupun global antara guru, satuan pendidikan, dan industri juga perlu dihadirkan.

Di tingkat implementasi, sejak 2020 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menginisiasi kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) untuk menghadirkan solusi dalam menjembatani kebutuhan antara perguruan tinggi dan industri terkait kompetensi lulusan pendidikan tinggi.

Upaya untuk memenuhi kebutuhan industri akan lulusan siap kerja memang masih menjadi salah satu tantangan yang dihadapi institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Tantangan inilah yang mendorong Kemendikbudristek untuk mendesain program yang mendorong pemerataan akses bagi mahasiswa untuk belajar di luar kelas serta meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang relevan bagi kebutuhan profesional.

Melalui beragam pilihan aktivitas seperti praktik magang dan studi independen, pertukaran pelajar, wirausaha, dan pilihan proyek lain selama tiga semester, mahasiswa diharapkan semakin teruji dalam melakukan praktik baik yang mendukung pembelajaran di kampus hingga semester akhir.

Bahwa MBKM di atas merupakan matchmaking yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat berguru langsung kepada praktisi-praktisi terbaik di industri. Pendekatan ini memberikan percepatan akses mahasiswa pada kemampuan berstandar tinggi (high-standard skills).

Hingga menjelang akhir 2024 ini, lebih dari dua juta mahasiswa sudah berpartisipasi pada kesempatan belajar di luar kampus melalui kebijakan Kampus Merdeka sejak 2020. Langkah ini menjadi salah satu solusi untuk memberi pengetahuan berbasis pengalaman dan meningkatkan daya saing bagi lebih dari 9,8 juta mahasiswa Indonesia yang tersebar dalam 32.592 program studi di 4.356 institusi perguruan tinggi.

Dengan kompleksitas jumlah dan skala tersebut yang didukung dengan platform Kampus Merdeka, pelaksanaan kebijakan ini tidak hanya mencocokkan kebutuhan antara mahasiswa dan industri melainkan juga memungkinkan mahasiswa dapat mendaftar pada program yang diminati secara langsung.

Kemajuan dunia pendidikan melalui pendekatan Merdeka Belajar yang diwariskan pada Pemerintah Prabowo tentu sesuatu yang menggembirakan. Akan tetapi, benar kata Prabowo bahwa kebijakan pendidikan tetap saja perlu diperbaiki. Tentu saja perbaikan itu dilakukan dengan metode evaluasi yang berlaku dalam dunia pendidikan yang terdiri atas evaluasi kebijakan secara formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif dilakukan pada saat kebijakan berjalan. Tujuannya untuk mengecek apa pelaksanaan sesuai dengan skenario, mengenali distorsi, dan memberi rekomendasi untuk tindakan koreksi.

Evaluasi sumatif untuk menentukan nasib dari satu kebijakan (dilanjutkan atau dihentikan). Tujuannya adalah membuktikan hubungan kausal antara program dengan dampak, membuktikan adanya validitas internal dan eksternal (portability) dan memanfaatkannya untuk pengambil keputusan tentang kebijakan. Jika prosedur evaluasi itu dilakukan akan membawa penyempurnaan dunia pendidikan di Indonesia.

 

*) M. Aminudin, Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menunggu arah kebijakan pendidikan Prabowo