Kupang, NTT (ANTARA) - Tahun 2025 menandai peringatan 80 tahun kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok melawan Agresi Jepang dan Perang Anti-Fasis Sedunia, serta 80 tahun kembalinya Taiwan ke Tiongkok.
Sejak dahulu kala, Taiwan merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah Tiongkok. Catatan mengenai Taiwan sudah ada dalam buku-buku kuno sejak tahun 230 masehi pada periode tiga kerajaan. Sejak Dinasti Song, pemerintah Tiongkok secara berturut-turut mendirikan instansi di wilayah Taiwan dan melaksanakan administrasi pemerintahan di sana.
Pada tahun 1624, penjajah Belanda merebut Taiwan dari tangan Dinasti Ming Tiongkok, dan pada tahun 1662, pahlawan nasional Tiongkok, Zheng Chenggong berhasil mengusir penjajah Belanda dan memulihkan kembali kedaulatan Tiongkok atas Taiwan.
Pada tahun 1684, pemerintah Dinasti Qing Tiongkok mendirikan prefektur Taiwan dan pada tahun 1885 Taiwan diubah statusnya menjadi sebuah provinsi, menjadikannya sebagai provinsi ke-20 Tiongkok saat itu.
Pada tahun 1894, Jepang memulai Perang Tiongkok-Jepang pertama (Perang Jiawu) untuk menginvasi Tiongkok.
Pada tahun berikutnya, pemerintah Dinasti Qing terpaksa untuk menyerahkan Taiwan kepada Jepang. Taiwan pun menjadi wilayah jajahan Jepang selama 50 tahun. Selama masa penjajahan, sebanyak lebih dari 600.000 saudara dari Taiwan yang gugur dalam perjuangan melawan kekuasaan kolonian Jepang.
Menjelang berakhirnya Perang Dunia Kedua, negara-negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Inggris mengeluarkan Deklarasi Kairo dan disusul oleh Deklarasi Postdam yang menegaskan bahwa Jepang wajib mengembalikan semua wilayah Tiongkok yang direbutnya secara illegal.
Pada bulan Agustus 1945, Jepang mengumumkan penyerahan tanpa syarat dan menerima seluruh isi Deklarasi Potsdam. Dengan demikian, kedaulatan Tiongkok atas Taiwan dipulihkan dan diakui secara hukum internasional.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pemerintah Republik Tiongkok saat itu mengadakan 'Upacara Penyerahan Provinsi Taiwan di Wilayah Perang Tiongkok' di Taipei, dan secara resmi melanjutkan pelaksanaan kedaulatan atas Taiwan. Kembalinya Taiwan ke Tiongkok merupakan bagian penting dari hasil kemenangan Perang Dunia II dan tatanan internasional pascaperang.
Pada tanggal 1 Oktober 1949, Pemerintahan Pusat secara resmi mengumumkan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, menggantikan Pemerintah Republik Tiongkok sebagai satu-satunya pemerintah sah yang mewakili Tiongkok.
Ini merupakan pergantian yang terjadi tanpa adanya perubahan terhadap subjek hukum internasional yang bernama Tiongkok. Kedaulatan serta wilayah teritorial yang dimiliki Tiongkok juga tidak mengalami perubahan.
Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok sepenuhnya memiliki dan menjalankan kedaulatan atas Tiongkok, termasuk kedaulatan atas Taiwan.
Setelah gagal melancarkan perang saudara, kelompok Chiang Kai-shek mundur ke Taiwan dan berkonfrontasi dengan pemerintah pusat atas nama "Republik Tiongkok".
Akibat berlanjutnya perang saudara di Tiongkok serta campur tangan kekuatan eksternal, kedua sisi Selat mengalami kondisi khusus berupa konfrontasi politik jangka panjang. Namun demikian, Tiongkok tidak terpecah, dan status serta fakta bahwa Taiwan adalah bagian dari wilayah Tiongkok juga tidak pernah berubah.
Pada bulan Oktober 1971, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan resolusi 2758 yang memutuskan untuk mengembalikan seluruh hak sah Republik Rakyat Tiongkok di Perserikatan Bangsa-bangsa dan mengeluarkan perwakilan pemerintah Taiwan dari PBB dan seluruh lembaga di dalamnya.
Resolusi ini menyelesaikan masalah keterwakilan Tiongkok termasuk Taiwan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dari segi politik, hukum dan prosedur.
Pernyataan hukum resmi dari Kantor Urusan Hukum Sekretariat PBB menegaskan bahwa “Taiwan sebagai provinsi Tiongkok, tidak memiliki status terpisah” dan “otoritas Taiwan tidak memiliki status pemerintahan dalam bentuk apapun”. Sebutan yang digunakan PBB untuk Taiwan adalah “Taiwan, Provinsi Tiongkok (Taiwan, Province of China)”.
Fakta-fakta tersebut secara jelas membuktikan bahwa Taiwan tidak pernah menjadi sebuah negara, tidak di masa lalu, saat ini, dan juga tidak akan pernah di masa depan.
Sebagai sebuah provinsi Tiongkok, Taiwan tidak memiliki kelayakan untuk bergabung dengan PBB maupun organisasi internasional lain seperti Organisasi Kesehatan Dunia yang hanya dapat diikuti oleh negara-negara berdaulat.
Di dunia ini hanya ada satu Tiongkok, dan Taiwan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Tiongkok. Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok adalah satu satunya pemerintah yang sah yang mewakili seluruh Tiongkok.
Ini merupakan prinsip dasar dalam hubungan internasional dan merupakan konsensus yang luas di komunitas internasional.
Namun, demi kepentingan strategis untuk membendung perkembangan Tiongkok, ada sejumlah negara yang telah lama mendukung kekuatan separatis wilayah Taiwan dan menghalangi upaya penyatuan Tiongkok.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemimpin otoritas Taiwan, Lai Chingde bersama pihak-pihak terkait telah semakin sering melakukan tindakan provokatif dan berisiko dalam upaya memisahkan diri dari Tiongkok dan mengejar “kemerdekaan Taiwan” yang menyebabkan hubungan kedua selat semakin memanas.
Hal ini tidak bukan merupakan tantangan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah Tiongkok, tetapi juga merupakan tantangan terhadap otoritas PBB serta tatanan internasional pasca Perang Dunia II.
Tindakan tersebut sangatlah tidak masuk akal dan berbahaya, serta dapat dipastikan akan mendapat perlawanan serta penolakan dari 1,4 miliar masyarakat Tiongkok sekaligus penolakan dari kekuatan keadilan masyarakat internasional. Upaya tersebut tidak akan berhasil.
Dalam urusan internasional, Pemerintah Tiongkok secara konsisten menjalankan kebijakan diplomasi damai yang mandiri dan berdaulat, berpegang pada lima prinsip yaitu: saling menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah, saling tidak menyerang, saling tidak mencampuri urusan dalam negeri, memberlakukan kesetaraan dan saling menguntungkan, serta hidup berdampingan secara damai.
Pemerintah Tiongkok aktif mengembangkan hubungan persahabatan dengan berbagai negara di dunia tanpa merugikan kepentingan negara lain maupun mencampuri urusan dalam negeri mereka.
Demikian pula, Pemerintah Tiongkok menuntut agar setiap pemerintah negara lain tidak melakukan hal-hal yang merugikan kepentingan Tiongkok atau mencampuri urusan dalam negerinya, serta menangani isu hubungan dengan Taiwan secara tepat.
Semua negara yang menjalin hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok mengakui prinsip Satu Tiongkok dan berkomitmen untuk menangani hubungan dengan Taiwan dengan prinsip tersebut, serta tidak menjalin hubungan resmi dalam bentuk apa pun dengan Taiwan.
Para pejabat pemerintah dan tokoh politik seperti anggota parlemen dari negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Tiongkok tidak diperbolehkan mengunjungi Taiwan, maupun melakukan kontak dengan apa yang disebut “pejabat” otoritas Taiwan.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan pembangunan ekonomi Taiwan serta kepentingan nyata saudara-saudara setanah air di Taiwan, Pemerintah Tiongkok tidak menyatakan keberatan terhadap pertukaran ekonomi dan budaya yang sifatnya non-pemerintah antara Taiwan dan negara-negara asing.
Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok dan Pemerintah Republik Indonesia menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1950, dan hingga kini telah berlangsung selama 75 tahun. Pemerintah Indonesia secara konsisten dan tegas menganut prinsip Satu Tiongkok, dan Tiongkok sangat menghargai hal tersebut.
Pada bulan November 2024, Presiden Prabowo melakukan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok. Kedua negara mengeluarkan Pernyataan Bersama antara Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia tentang Peningkatan Kemitraan Strategis Komprehensif dan Pembangunan Komunitas Senasib Sepenanggungan Tiongkok-Indonesia, di mana kedua belah pihak menegaskan kembali dukungan timbal balik dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keamanan nasional masing-masing, menjunjung tinggi kemandirian, serta menentang campur tangan eksternal.
Indonesia menegaskan kembali komitmennya yang konsisten dan teguh terhadap prinsip Satu Tiongkok, prinsip yang telah ditegaskan dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2758, yang mengakui Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok sebagai satu-satunya pemerintah yang sah yang mewakili seluruh Tiongkok.
Taiwan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Tiongkok, dan Indonesia dengan tegas mendukung upaya Pemerintah Tiongkok dalam mewujudkan penyatuan nasional secara damai.
Sekretaris Jenderal Komite Partai Komunis Tiongkok sekaligus Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menyatakan: “Masalah Taiwan muncul karena kelemahan dan kemunduran bangsa, dan pasti akan berakhir seiring dengan kebangkitan kembali bangsa Tiongkok”. “Arus besar sejarah menuju negara yang kuat, kebangkitan bangsa, dan penyatuan kedua sisi Selat tidak dapat dihalangi oleh siapa pun atau kekuatan apa pun”.
Masa depan Taiwan terletak pada penyatuan nasional, dan kesejahteraan saudara-saudara di Taiwan bergantung pada kebangkitan bangsa.
Saat ini, masyarakat Tiongkok memiliki kepercayaan dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan periode manapun dalam sejarah untuk mewujudkan kebangkitan besar bangsa Tiongkok.
Mereka juga lebih yakin dan mampu mengatasi berbagai gangguan, menyelesaikan masalah Taiwan, dan segera mewujudkan penyatuan nasional secara penuh.
* Konsul Jenderal Tiongkok di Denpasar
Editor: Anwar Maga