Kupang (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur Bersama Bulog Kanwil NTT dan Gereja Injili Masehi di Timor (GMIT) serta Pemda NTT mengimplementasikan Good Agriculture Practices (GAP) sebagai bagian dari upaya merespons tantangan defisit beras di NTT.
"Secara tahunan, produksi beras di Provinsi NTT terbatas pada kisaran 450 ribu ton sedangkan konsumsi masyarakat menyentuh angka 600 ribu ton," kata Kepala BI Perwakilan Wilayah NTT Agus Sistyo Widjajati di Kupang, Rabu.
Dia mengatakan hal inilah yang mengindikasikan NTT mengalami defisit beras sebanyak 150 ribu ton.
Hal itu pula menjadi tantangan sekaligus peluang bagi para petani di Provinsi NTT, mengingat 150 ribu ton beras setara dengan Rp1,8 triliun.
Oleh karena itu, GAP dibutuhkan untuk membina para petani untuk memperbaiki cara berbudi daya pada setiap tahapan proses budi daya sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian.
Menurut dia, terdapat hal yang perlu diperhatikan oleh petani, mulai dari mempraktekkan cara pengolahan pertanian yang baik, mengolah hasil panen dengan baik, serta mampu menghasilkan olahan hasil pertanian yang bernilai jual.
Dia juga menjelaskan bahwa implementasi GAP dilakukan guna mengendalikan sisi supply yang lebih integrative, terstruktur melalui praktek terbaik dan inovasi untuk menjaga ketersediaan pasokan.
Hal ini, sejalan dengan semangat swasembada pangan dari Asta Cita Kabinet Merah Putih dan Dasa Cita Provinsi NTT.
Dengan demikian, perlu diperkuat sinergi dan komitmen dari seluruh mitra terkait dalam rangka memastikan ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga, khususnya untuk komoditas strategis di Provinsi NTT.
Agus menambahkan bahwa Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan selaku Unit Pelaksana teknis bidang terkait berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) secara berkala kepada kelompok untuk menjadi sumber solusi teknis para petani dalam kesehariannya.