Jakarta (ANTARA) - "Jangan sampai gagal." Itu pesan Adam Malik saat mengirimkan teks Proklamasi Kemerdekaan untuk disiarkan melalui ANTARA.
Naskah tersebut kemudian dikirimkan ke bagian radio dengan menyelipkannya dalam morse-cast kantor berita resmi Jepang, Domei, di antara berita-berita yang telah dibubuhi izin Hodohan –jawatan penerangan Jepang saat pendudukan di Indonesia-- sehingga tersebarlah berita Proklamasi itu ke seluruh penjuru negeri dan dunia.
Sejarah Kantor Berita ANTARA adalah kisah tentang perjuangan, keberanian, dan idealisme. ANTARA yang didirikan pada 13 Desember 1937, lahir dari keresahan para pejuang muda terhadap dominasi narasi kolonial yang dimonopoli oleh Aneta, kantor berita yang dimodali Belanda.
Empat tokoh pendirinya --Albert Manumpak Sipahutar, Adam Malik, Soemanang, dan Pandu Kartawiguna-- merupakan generasi intelektual yang gelisah, yang ingin menyuarakan Indonesia dari kacamata bangsa sendiri. Gagasan mereka sederhana, jika berita tentang kita selalu dibuat oleh penjajah, bagaimana kita bisa merdeka sepenuhnya?
Sejak awal dilahirkan, ANTARA adalah alat perjuangan. Ia bukan sekadar media. Sebagai media perjuangan, kantor berita ini selama masa penjajahan bergerak aktif menyampaikan narasi untuk mengobarkan semangat kemerdekaan, serta menjadi penyambung lidah rakyat dalam gerakan nasional.
Zaman terus bergerak. Seperti gagasan Alfred North Whitehead bahwa realitas adalah proses yang terus berubah dan berkembang, demikian juga ANTARA.
Setelah kemerdekaan, ANTARA terus bertransformasi. Awalnya ANTARA yang berkantor di Kleine Postweg --pasca kemerdekaan menjadi Jalan Antara-- menerbitkan buletin dengan nama “Buletin Antara”, terbit sehari dua kali setiap pagi dan sore.
Pada tahun 1962, pemerintah mengambil alih NV Kantor Berita ANTARA, dan menjadikannya lembaga pemerintah. Pada 2007, status ANTARA berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) dan masuk dalam keluarga besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sebagai satu-satunya kantor berita resmi milik negara di Indonesia, ANTARA berperan bukan hanya menyebarluaskan berita, tetapi juga menjaga kredibilitas informasi publik di tengah banjir hoaks dan opini yang mengaburkan fakta.
ANTARA menjadi jangkar informasi di tengah badai disinformasi.
Tidak semua negara di dunia memiliki kantor berita resmi. ANTARA menjadi salah satu dari sedikit lembaga berita nasional yang eksis dan tetap dipercaya hingga era digital ini, dengan kerja sama internasional yang luas dan layanan berita yang akurat dan cepat.
DNA pejuang
Darah juang sepertinya tetap mengalir deras dalam tubuh lembaga berita ini, dari sejak kelahirannya hingga negara memutuskan ANTARA sebagai Kantor Berita Negara.
Dari zaman kolonial, Orde Lama, Orde Baru, reformasi, hingga era digital dan kecerdasan buatan (AI), DNA ANTARA tidak berubah: media pejuang. Bukan media partisan, bukan pula media komersial murni, namun media negara yang tetap berpegang teguh pada etika jurnalistik dan tanggung jawab publik.
Di tengah psywar media digital, saat arus informasi begitu deras dan tidak selalu akurat, ANTARA tetap kukuh menjadi penjaga narasi resmi, kredibel, dan berimbang. ANTARA memilih berdiri di tengah, melantangkan suara bangsa dan negara tanpa kehilangan kaidah jurnalistik: keberimbangan, verifikasi, dan integritas informasi. Di saat media lain bisa dengan mudah terjebak pada popularitas, ANTARA tetap pada koridornya: menyampaikan program dan kebijakan negara dengan disiplin jurnalistik.
Itulah yang menjadikan ANTARA unik. Dalam ekosistem media yang terfragmentasi, ia tetap menjadi pilar informasi publik.
Di era disrupsi media, ANTARA juga tidak luput dari tantangan. Perkembangan teknologi, pergeseran perilaku pembaca, serta kompetisi dari platform digital dan media sosial telah membuat banyak media arus utama gulung tikar atau merumahkan jurnalisnya.
Namun ANTARA tidak menyerah. Dengan lebih dari 500 kru yang tersebar di 32 biro di seluruh Indonesia dan beberapa perwakilan luar negeri, ANTARA terus mengadopsi transformasi digital. Platform seperti Antaranews.com, Antara TV, dan Antarafoto.com menjadi wajah baru ANTARA dalam menjangkau publik digital.
Di tengah tekanan agar media mengejar klik, ANTARA tetap menjaga prinsip untuk menyampaikan informasi penting negara, termasuk layanan publik, dengan nilai edukasi dan kepentingan nasional, menyajikan informasi dengan racikan ala ANTARA.
Di era keterbukaan informasi, kebebasan pers tidak harus berarti oposisi terhadap negara. ANTARA membuktikan bahwa media bisa tetap profesional, kritis, dan relevan, sambil menyuarakan agenda pembangunan nasional. Dengan tagline "baca berita dari sumbernya" ANTARA meramu informasi sehingga enak dibaca dan memenuhi kebutuhan publik akan informasi, serta memanfaatkan ruang media sosial untuk merangkul pembaca lintas generasi.
Menjadi bagian dari keluarga besar BUMN tidak menjadikan ANTARA sekadar lembaga profit-oriented. Visi ANTARA tetaplah menjadi penyambung informasi antara negara dan rakyat, dengan semangat pejuang yang diwariskan sejak 1937.
Dengan transformasi digital sebagai keniscayaan, ANTARA tidak hanya menyesuaikan diri. Ia justru mengambil peran sebagai pionir dalam menyajikan berita dari sumbernya, menjaga kredibilitas berita, dan menjadikan teknologi sebagai jembatan menuju masyarakat yang lebih cerdas informasi.
Salam ANTARA, setia menjadi media pejuang, dari zaman kemerdekaan hingga era kecerdasan buatan.
*) Adrian Tuswandi, Dewan Pengawas Perum LKBN ANTARA
Editor: Slamet Hadi Purnomo

ANTARA, menjaga kemurnian DNA media pejuang kemerdekaan RI


Gedung Antara Heritage Center di Pasar Baru, Jakarta Pusat. (ANTARA/Sugiharto Purnama)