Jakarta (ANTARA) - Majelis Pemeriksa Disiplin Kedokteran Indonesia (MPDKI) memvonis dokter SSO alias Selonan bersalah karena meninggalkan stent/selang urine di dalam ginjal Paulus Kwee saat mengoperasinya di RS Santo Borromeus Bandung, Jawa Barat.
Dalam vonisnya, MPDKI menyebutkan adanya pelanggaran disiplin profesi kedokteran sebagaimana diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi, yang salah satu pasalnya berbunyi tidak melakukan tindakan/asuhan medis pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien.
Dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin, menurut MPDKI, seharusnya dokter SSO melakukan rawat bersama dengan dokter spesialis urologi, bukan sekadar konsultasi untuk pemasangan ureter kateter.
Adapun Kuasa Hukum Paulus Kwee dari Kantor Hukum Hasibuan & Hasibuan Arya Senatama mengatakan, kliennya melaporkan dr. SSO ke polisi.
"Kami sudah melaporkan dokter SSO ke Polda Jabar dengan nomor: LP/B/328/VIII/2023/SPKT/POLDA JAWA BARAT, tertanggal 10 Agustus 2023. Saat ini sudah naik ke tahap penyidikan," katanya.
Menurut Arya, bukan hanya dr. SSO, RS Santo Borromeus pun harus ikut bertanggung jawab, bukan lepas tangan begitu saja.
"Kami menunggu iktikad baik RS Santo Borromeus untuk menyelesaikan kasus malapraktik tersebut," katanya.
Adapun keluhan sakit Paulus sudah terjadi sejak 2020 silam. Dia divonis mengidap tumor ganas, yaitu tumor rektum, dan telah dilakukan berbagai tindakan medis di sejumlah rumah sakit.
Sampai akhirnya Paulus konsultasi ke dr. Yayat di RS Santo Borromeus, dengan bermaksud ingin menyambung ususnya yang sempat dioperasi. Namun, keinginannya tersebut ditolak karena Paulus masih perlu melakukan serangkaian proses kemoterapi.
Saat kembali berkonsultasi ke RS Santo Borromeus, Agustus 2021, Paulus berjumpa dengan SSO yang langsung menyanggupi operasi penyambungan usus. Bahkan, jadwal operasi ditentukan pada 27 September 2021.
Proses penyambungan usus pun dilakukan SSO dibantu oleh dr. Dandi di RS Santo Borromeus, selama 8 jam. Setelah pulang, Paulus mengalami demam tinggi, menggigil, perut begah dan mual. Selain itu, luka operasi nampak basah dan dari perbannya berwarna kecoklatan.
Paulus pun kembali mendatangi RS. Hasil USG dan CTScan diketahui ada benda asing yang tertinggal, yaitu stent/selang urine pada ginjal sebelah kiri korban.
Rasa nyeri yang dirasakan semakin parah. Akhirnya, diputuskan melakukan operasi dengan menusuk/pasang titel yang dilakukan oleh dr. Budi, Sp.Rad. Intervensi untuk memasukkan kateter langsung ke ginjal kiri perut korban untuk mengeluarkan urine dengan nefrostomi.
Paulus menjalani perawatan di RS hingga satu bulan dan berat badannya korban turun sampai 18 kilogram yang mengakibatkan korban tidak dapat berjalan karena otot lemah.
Hingga kini, masih terdapat stent/selang urine pada ginjalnya. Kondisinya pun tidak membaik.
"Dokter SSO dalam praoperasi tidak mengantisipasi kemungkinan risiko-risiko yang dapat timbul saat operasi. Di sisi lain, tindakan operasi tersebut merupakan kasus kompleks. Pelaku juga tidak pernah menjelaskan risiko-risiko tersebut kepada korban secara langsung," kata Arya.
Dia mengatakan, SSO malah menjanjikan keberhasilan penyambungan usus korban sampai sembuh, meskipun Paulus sudah menyampaikan dokter spesialis bedah digestif lain yang pernah didatangi cenderung menolak untuk melakukan tindakan operasi kepada korban.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MPDKI vonis bersalah dokter SSO yang tinggalkan stent di ginjal pasien

MPDKI memvonis dokter SSO bersalah karena tinggalkan stent di ginjal pasien

Ilustrasi - Seorang dokter menunjuk layar monitor hasil pemeriksaan terhadap pasien pengidap penyakit ginjal. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/wsj/aa.
