"Pada bulan Juli 2019 nanti, kami akan menggelar Festival 1.000 Moko di Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, dengan melibatkan seluruh masyarakat adat. Semua Moko dari semua kecamatan akan dikumpulkan untuk kegiatan festival itu," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Alor, Hopni Bukang ketika dihubungi dari Kupang, Jumat (14/6).
Ia mengatakan, festival itu dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk melestarikan Moko yang jumlahnya terus berkurang di daerah ini. Moko atau nekara perunggu ini merupakan benda budaya zaman pra-sejarah yang telah disepakati menjadi mas kawinnya orang Alor.
Menurut para ahli Arkeologi dan sejarah, teknologi pembuatan Moko Alor dari Dongson, Vietnam bagian Utara. Kemudian teknologi ini menyebar ke berbagai daerah di Asia Tenggara, termasuk ke Pulau Alor dalam jumlah ribuan Moko pada zaman itu.
Ribuan Moko tersebut diduga dibawa oleh para pedagang dari China untuk ditukarkan dengan komoditas dari kawasan penghasil rempah-rempah seperti Kepulauan Alor, Kepulauan Banda dan Maluku.
Secara fisik, Moko berbentuk seperti drum tangan dengan diameter 40 cm hingga 60 cm dan tinggi 80 cm hingga 100 cm dan memiliki bentuk dan desain yang bermacam-macam, termasuk ornamen-ornamen khas Indochina seperti Gajah dan ornamen lainnya. Pada umumnya Moko berbentuk lonjong seperti gendang kecil, dan besar.
"Dalam festival itu Moko yang ada akan kami tampilkan kepada publik agar generasi muda Alor memiliki pemahaman tentang pentingnya menjaga kelestarian budaya serta warisan nenek moyang yang dimiliki masyarakat Alor," katanya.Ia menjelaskan, upaya Pemkab Alor dalam menjaga kelestarian Moko, selain melakukan festival, juga telah membangun museum 1000 Moko di Kota Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor sebagai tempat penyimpanan mas kawin atau mahar bagi masyarakat Kabupaten Alor itu.
Menurut dia, Pemkab Alor juga telah miliki satu replika Moko berukuran besar yang dipajang di museum 1000 Moko, agar masyarakat internasional juga bisa mengetahuinya saat berkunjung ke museum tersebut.
Ia mengatakan berkurangnya Moko di daerah itu, karena banyak Moko yang dibawa keluar Alor. "Pemerintah akan terus berupaya untuk menjaga kelestariannya sebagai warisan budaya," demikian Hopni Bukang.