Kupang (Antara NTT) - Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni mengungkapkan kilang minyak Montara yang meledak di Laut Timor pada 21 Agustus 2009 adalah milik sebuah perusahaan minyak asal Norwegia, Seadrill.
"Seadrill adalah perusahaan patungan pengeboran minyak lepas pantai Norwegia-Bermuda yang beroperasi di Angola, Brunai Darusallam, Republik Kongo, Indonesia, Malaysia, Nigeria, Norwegia, Thailand dan Inggris," katanya di Kupang, Jumat, mengutip laporan jaringan YPTB yang beroperasi di Australia dan Norwegia.
YPTB merupakan satu-satunya lembaga non pemerintah di dunia asal Indonesia yang menggugat masalah pencemaran Laut Timor ke Pengadilan Federal Australia, akibat meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009.
"Seadrill yang menunjuk PTTEP Australasia selaku operatornya yang mengolah kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor," kata pemerhati masalah Laut Timor itu dan menambahkan "awal mulanya kami menduga PTTEP Australasia adalah milik Thailand, tetapi setelah kami telusuri, ternyata kilang minyak tersebut adalah miliknya Seadrill asal Norwegia.
Mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia itu menambahkan perusahaan minyak tersebut awal mulanya berdomisili di Bermuda dan terdaftar di Bursa Efek Oslo dan Bursa Efek Jakarta.
Penulis buku "Skandal Laut Timor sebuah Barter Ekonomi Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" itu menambahkan perusahaan tersebut bermarkas di Stavanger, Norwegia.
Perusahaan minyak tersebut, dapat ditemukan di Houston, Singapura, dan Aberdeen AS. Pemilik saham terbesar adalah John Fredriksen, salah seorang pengusaha minyak asal Norwegia.
Tanoni mengatakan perusahaan tersebut beroperasi sejak Juli 2005 telah mengakuisisi perusahaan pengeboran minyak Odfjell dan pada bulan September 2006 memiliki saham pengendali Smedvig dan Eastern Drilling. Kepemilikan di Smedvig diakuisisi dalam persaingan dengan noble.
Ia menambahkan posisi pendapatan, laba, aset dan jumlah karyawan Seadirill pada 2010 sebesar 4,041 miliar dolar AS (sekitar Rp40 triliun), laba usaha 1,625 miliar dolar AS (Rp 1,7 triliun) dan Laba Bersih 1,117 miliar dolar AS atau sekitar Rp1,1 triliun. Total aset yang dimiliki 17,50 miliar dolar AS atau sekitar Rp17 triliun.
"Jumlah ekuitas 5,937 miliar dolar AS atau Rp5,8 triliun dengan jumlah karyawan sebanyak 9.800 orang," kata Tanoni dan menambahkan posisi operasi Seadrill pada 2012 setidaknya menggarap sekitar 45 sumur dan ladang minyak lepas pantai di berbagai negara.
Selain itu, Seadrill juga melakukan kerjasama dengan perusahaan perusahaan minyak raksasa dunia sebut saja BP (British Petroleum), Exxon Mobil, Shell, Total, Chevron, Petrobras (perusahaan minyak milik pemerintah Brazil).
"Kami terpaksa mengungkap masalah ini kepermukaan, karena selama ini yang hanya dipersoalkan adalah PTTEP Australasia," ujarnya.
Menurut dia, hal ini penting diungkap agar berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi di Laut Timor yang telah merembes ke taman nasional Laut Sawu itu, maka tentu pemilik sumur minyak yang meledak itu patut juga dimintai pertanggungjawabannya.
Berita Terkait
YPTB laporkan pengacara Maurice Blackburn ke Polda NTT
Jumat, 26 April 2024 20:00 Wib
Satgas Montara tolak PTTEP lalukan investasi di Indonesia akibat kasus Montara
Senin, 4 Maret 2024 5:20 Wib
Petani rumput laut korban Montara belum menerima dana kompensasi
Senin, 4 Desember 2023 2:00 Wib
Tanoni pertanyakan dasar pernyataan Kemlu soal kepemilikan Pulau Pasir
Senin, 31 Oktober 2022 14:00 Wib
Kerugian akibat pencemaran Laut Timor masih terus didata
Minggu, 14 April 2019 17:46 Wib
Perjanjian RI-Australia disepakati untuk dirundingkan kembali
Rabu, 20 Februari 2019 16:54 Wib
Tanoni diundang ke Konferensi Adat Dunia di Australia
Senin, 18 Februari 2019 8:38 Wib
Identifikasi perairan sangat dibutuhkan dalam pengembangan rumput laut
Senin, 17 September 2018 13:28 Wib