Rumah pengering kelor di Malaka akan dibangun dengan Dana Desa

id Tanaman Kelor

Rumah pengering kelor di Malaka akan dibangun dengan Dana Desa

Usaha tanaman kelor di Nusa Tenggara Timur. (ANTARA Foto/Dok)

Lima desa di Kabupaten Malaka bersepakat untuk mengalokasikan anggaran sebesar Rp150 juta dari alokasi dana desa (ADD) untuk membangun rumah pengering daun kelor yang dikelola BUMDes setempat.
Kupang (ANTARA) - Lima desa di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste, bersepakat untuk mengalokasikan anggaran sebesar Rp150 juta dari alokasi dana desa (ADD) untuk membangun rumah pengering daun kelor yang dikelola BUMDes setempat.

"Dana desa yang dialokasikan lebih dari Rp150 juta itu untuk membangun satu unit rumah pengering kelor yang cukup besar di setiap desa itu," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sinun Petrus Manuk kepada ANTARA di Kupang, Jumat (20/9).

Sinun Petrus Manuk mengatakan kelima desa tersebut, masing-masing Desa Kufeu, Desa Ikan Tunbes, Desa Biau, Desa Tunmat, dan Desa Tunabesi berada dalam satu wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Io Kufeu.

Dia menjelaskan, rumah pengering yang saat ini dalam tahap penyelesaian akan dimanfaatkan untuk mengeringkan daun kelor yang selanjutnya dipasok ke BUMDes di Desa Kufeu untuk diolah menghasilkan produk utama berupa tepung kelor.

"Jadi rumah pengering di desa-desa itu berfungsi jadi penyangga untuk memasok bahan baku karena di sana masih hanya satu mesin produksi yang dikelola BUMDes Kufeu," katanya.

Baca juga: NTT targetkan pengembangan kawasan kelor
Baca juga: Pengembangan kelor di NTT belum selaras


Sinun Petrus mengapresiasi upaya pemerintah di desa-desa tersebut yang mendukung usaha produksi kelor yang sangat potensial di daerah tersebut. Saat ini, budi daya tanaman kelor yang menyebar di desa-desa tersebut sudah mencapai sekitar 81 hektare.

"Jumlah ini kemungkinan bisa bertambah karena kami juga sudah sepakat untuk ekspansi lahan kelor dengan target masing-masing bisa 20 hektare lagi," katanya.

Menurut dia, pengembangan kelor di daerah itu memiliki prospek keuntungan ekonomi yang besar karena sudah ada minat pasar luar negeri terutama permintaan dari Jepang.

Hanya saja, lanjutnya, tepung kelor yang dihasilkan saat ini belum bisa menjawab permintaan ekspor karena produksi masih terbatas dengan hanya mengandalkan satu mesin dengan kemampuan produksi hanya 10 kilogram per jam.

"Sehingga kami juga sudah mendorong dukungan alokasi dana desa untuk pengadaan mesin produksi mengingat pasokan bahan baku semakin banyak dengan adanya rumah-rumah pengering," katanya.

Baca juga: Artikel - Mungkinkah daun kelor bisa mengatasi kekerdilan? Ini penjelasannya
Baca juga: DPRD NTT dukung pengembangan tanaman kelor