lockdown bukan solusi tepat antisipasi penyebaran COVID-19

id lockdown

lockdown bukan solusi tepat antisipasi penyebaran COVID-19

Ekonom dari International Fund for Agricultural Development (IFAD), Dr. James Adam, MBA (ANTARA/Bernadus Tokan)

Memang ini satu keputusan yang tidak mudah, tapi pemerintah diperkirakan juga tidak mungkin gegabah dalam pengambil kebijakan untuk melakukan 'lockdown'.
Kupang (ANTARA) - Ekonom dari International Fund for Agricultural Development (IFAD) Dr James Adam MBA mengatakan lockdown atau penutupan akses total di Indonesia bukan merupakan solusi tepat dalam upaya mengantisipasi penyebaran COVID-19.

"Apalagi waktu 'lockdown' bisa berlangsung lama karena belum dapat diprediksi kapan berakhirnya penyebaran virus mematikan tersebut," kata James Adam kepada Antara di Kupang, Selasa (17/3).

Dia mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan wacana 'lockdown' dan dampaknya terhadap ekonomi dan sosial.

"Kita tidak bisa samakan dengan negara Italia, karena dampaknya akan besar jika waktu 'lockdown' panjang, sebab kapan berakhirnya virus ini juga kita belum bisa prediksi," kata James Adam.

Menurut dia, jika Indonesia melakukan 'lockdown', tentu akan berpengaruh terhadap ekonomi nasional, maupun daerah oleh karena semua aktivitas ekonomi tidak berjalan normal.
Kasus COVID-19 tersebar di Jakarta, DKI tidak lakukan "lockdown"
Bahkan jika tidak didukung dengan sistem yang baik, bisa-bisa terjadi 'rush' terhadap bahan kebutuhan pokok, di mana penjual akan kehabisan stok barang akhirnya bisa muncul masalah baru.

"Mengapa? karena tingkat permintaan (demand) barang pasti meningkat, sedangkan jika supplay stop maka terjadi kelangkaan," katanya.

Kondisi ini bisa berdampak pada aspek yang lain misalnya pesawat, kapal, dan alat transportasi lainnya jika tidak beroperasi pasti distribusi akan stop.

"Aktivitas lain juga akan berhenti sebab tidak ada interaksi antarmanusia," katanya menjelaskan.

Tidak mudah
Karena itu, dia menyarankan kepada pemerintah agar jika ada kebijakan 'lockdown', hanya dikhususkan untuk daerah yang terkena dampak virus paling besar.

"Artinya mungkin baiknya, kalau ada kebijakan 'lockdown' khusus untuk daerah yang terkena virus paling besar atau yang berpotensi akan terjadi penyebaran virus tersebut. Jadi tidak dilakukan secara menyeluruh karena bisa menimbulkan masalah baru," katanya.
Suasana konter check in di bandara Charles de Gaulle, Paris, Senin (16/3/2020). Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (16/3) malam, memberlakukan pembatasan aktivitas warga selama dua minggu terkait merebaknya COVID-19 di negara tersebut. Reuters menyebutkan sebanyak lebih dari 6600 orang terinfeksi virus tersebut dan 148 orang meninggal. (ANTARA FOTO/REUTERS/Benoit Tessier/pras).
Dia mengatakan, memang ini satu keputusan yang tidak mudah, tapi pemerintah diperkirakan juga tidak mungkin gegabah dalam pengambil kebijakan untuk melakukan 'lockdown'.

Karena itu, dia menyarankan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang, dan melakukan persiapan serta konsep yang tepat sebelum melakukan 'lockdown'.