Kisah pelukis grafir yang tetap bertahan di tengah pandemi

id ANtara, NTT, Kota Kupang

Kisah pelukis grafir yang tetap bertahan di tengah pandemi

Seorang pelukis grafir atau pelukis di kanvas kaca sedang menyelesaikan orderan pelanggannya di rumahnya di Kota Kupang, NTT,Sabtu (13/6/2020). .ANTARA FOTO/Kornelis Kaha.

Saya punya mimpi nanti kelak bisa punya galeri sendiri, sehingga nanti tidak membuat ruang tamu di rumah ini berantakan seperti saat ini,
Kupang (ANTARA) - Biasanya para seniman lukis menuangkan ide serta hasil karya mereka di atas kain kanvas. Namun berbeda dengan Marhco Jefferson Koroh (30) yang melukis menggunakan kanvas kaca.

Melukis di atas kanvas kaca sering dikenal dengan sebutan seni melukis grafir. Di Kota Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, Marcho (sapaan akrab Marcho Jefferson Koroh) merupakan satu-satunya pelukis grafir.

Melukis di kanvas kaca belum lama ditekuni oleh Marcho. Dirinya baru mulai belajar menekuni kesenian melukis grafis itu pada tahun 2017.

"Saya belajar melukis di atas kaca ini sejak tahun 2017. Saat itu masih belajar-belajar saja, sambil lihat-lihat di Youtube bagaimana caranya melukis grafir," katanya sambil melukis.

Bermula dari mencoba-coba lalu membawa ke kantor tempat dirinya pertama kali bekerja, tawaran membuat lukisan grafir wajah teman-teman pun semakin banyak.

Pria kelahiran Kota Kupang 1990 itu mengatakan bahwa dari situlah dia meminta teman-teman kantornya untuk mempromosikan karyanya itu sehingga bisa semakin banyak yang tahu.

Hasilnya pun positif. Rekan-rekan kantornya kemudian mempromosikan lukisan karyanya itu di media sosial. Sehingga perlahan-lahan semakin banyak orderan yang datang.

"Dalam sebulan ada sekitar 20 orderan yang masuk ke saya. Pemasukan pun lumayan bisa menghidupi saya dan keluarga saya," tuturnya.

Setelah bisa menghasilkan uang sendiri, pada tahun 2018 ia memutuskan berhenti dari tempat kerjanya dan berusaha untuk menghasilkan pemasukan dari hasil kanvas grafirnya itu.

Akibat semakin banyak diminati orang, suami  Margaretha B ini kemudian pada tahun 2018 menyempatkan diri untuk ikut dalam acara pameran pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi NTT.

Pada saat pameran itu, dalam sehari ia mampu menghasilkan enam buat lukisan grafir dengan ukuran yang berbeda-beda, padahal kata dia biasanya sehari hanya mampu menghasilkan satu buah lukisan saja.

"Saya sempat kewalahan membuatnya, sebab hanya saya sendiri yang bekerja, mulai dari melukis menyiapkan bingkainya serta menambahkan lampu-lampunya," cerita dia.

Bahkan jika tak selesai di tempat pameran, ia terpaksa harus menyelesaikan orderan dari para pelanggannya di rumah dan harus bekerja sampai pukul 04.00 wita subuh.

Ia bersyukur karena saat pameran itu juga, dalam dua pekan ia mampu meraup keuntungan sebesar Rp8 juta dari harga jual berkisar dari Rp120.000 hingga Rp150.000 tergantung dari berapa besar lukisan yang diminta.

"Harga yang saya patok tidak mahal hanya Rp120 ribu hingga Rp150 ribu saja per lukisan. Sebab saya juga harus beli kaca kemudian juga biaya listrik untuk membuat lukisan ini," tutur dia.

Untuk ukuran 11 x 15 cm meter harganya Rp120 ribu, sementara untuk ukuran 15 x 18 cm harganya mencapai Rp150 ribu per lukisan. Semuanya bisa ia selesaikan dalam kurun waktu 2-3 jam saja.

Para pelanggan yang memesan lukisannya diwajibkan untuk membayar setengahnya terlebih dahulu, dengan mengirimkan foto wajah yang hendak dilukis. Baru kemudian jika sudah selesai sisa pembayaran bisa dilunaskan, bisa melalui cash atau transfer.

Saat ini di tengah pandemi COVID-19 jumlah orderan semakin menurun. Biasanya dalam sebulan ada 20 bahkan lebih orderan dengan penghasilan Rp3 sampai Rp4 juta perbulan, kina hanya ada sekitar 6 orderan saja.
Seorang pelukis grafir atau pelukis di kanvas kaca mencocokkan gambar dengan hasil lukisannya di Kota Kupang, NTT,Sabtu (13/6/2020).ANTARA FOTO/Kornelis Kaha.

Orderan dari luar

Semakin diikenalnya lukisan grafir membuat banyak orang memesan karyanya. Bahkan kata dia ia sempat mendapatkan orderan dari Papua, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Bogor, Jakarta dan Kawa Timur.

Jumlah yang dipesan tidaklah banyak, karena memang bahaya jika dikirim dalam jumlah banyak karena berbahan mudah pecah.

"Mereka mintanya satu sampai dua lukisan saja. Mereka kirim foto ke saya melalui WA disertai pembayaran setengah baru kemudian saya kerjakan," tutur dia.

Sementara untuk pesanan dari luar negeri sampai saat ini belum ada. Namun beberapa lukisan grafirnya itu sudah sampai ke negara tetangga Australia.

Sebab beberapa warga Kupang yang berkunjung ke Australia, selalu menjadikan lukisan kaca hasil karya dia itu sebagai oleh-oleh bagi keluarga yang ada di negeri Kangguru itu.

Hal yang paling membanggakan walaupun tak dibayar adalah dirinya sempat melukis wajah Presiden Joko Widodo yang kini lukisannya dipajang di dinding kantor Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Kupang.

Tak hanya itu dia juga sempat melukis wajah dari gubernur NTT Viktor B Laiskodat sebanyak tiga kali. Di mana yang pertama saat dirinya hendak menyerahkan langsung di kantor gubernur justru ditahan.

Lukisan kedua cerita dia, diserahkan langsung saat acara seni budaya di Kota Kupang beberapa waktu lalu. Ia juga berharap di lukisan ketiga nanti bisa banyak memberikan langsung kepada orang nomor satu di NTT itu.

Saat dirinya mulai menekuni bisnis tersebut beberapa kejadian yang tak mengenakkan sering dialami oleh dirinya. Yakni beberapa pesanan yang berujung pada penipuan.

Beberapa rekan-rekannya sempat memesan untuk melukis wajah mereka di atas kanvas kaca, namun saat sudah jadi lukisan itu, para pemesan malah menghilang padahal belum ada pembayaran panjar.

Tak hanya itu, beberapa kejadian lain adalah dirinya pernah tak sengaja menjatuhkan lukisan kaca yang sudah siap diambil oleh pemesannya, sehingga terpaksa harus dimulai dari awal lagi.

"Tapi dari semua itu saya bisa belajar. Dari kesalahan saya banyak belajar yang sudah-sudah," cerita ayah tiga anak itu.

Ingin punya galeri

Saat ini pria yang sebenarnya ingin sekali waktu kuliah mengambil jurusan arsitek itu membangun usaha melukis grafirnya di rumah pribadinya yang masih belum diplester.

Ia memanfaatkan ruang tamu di rumahnya itu untuk menyimpan seluruh peralatan dan hasil karyanya yang sudah siap untuk diambil oleh para pelanggannya.

"Saya punya mimpi nanti kelak bisa punya galeri sendiri, sehingga nanti tidak membuat ruang tamu di rumah ini berantakan seperti saat ini," ujar dia.
Lukisan wajah Joker yang berhasil dilukis oleh pelukis grafir di Kupang, NTT. (Antara Foto/Kornelis Kaha)

Tak hanya itu juga, ia berharap memiliki beberapa karyawan yang kelak bisa membantunya membuat bingkai sehingga proses pembuatan pesanan para pemesan juga bisa semakin cepat dan banyak diproduksi.

Ia bahkan berharap kelak hasil karyanya itu bisa dipasarkan sampai ke luar negeri, sehingga harapannya uang yang ada bisa disisihkan untuk membangun galeri sendiri.

Bantuan Pemerintah Kota

Terkait bantuan dari pemerintah Kota Kupang, ia mengaku sering mendapatkan bantuan, walaupun bukan dalam bentuk fisik, namun dalam bentuk materi selalu ada.

Hal tersebut terbukti dari adanya bantuan dana PEM kepada dirinya sendiri iapun bisa membeli sejumlah peralatan melukis serta peralatan lainnya.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Kupang, Eben Ndapamerang mengatakan bahwa pemerintah Kota Kupang sendiri memang selalu memperhatikan berbagai pemuda yang berniat berkembang dengan usaha sendiri.

"Kita siapkan dana PEM, nah dari situ kita data kemudian kita berikan modal kepada mereka agar mereka bisa mengembangkan usaha mereka. seperti yang dilakukan oleh Marcho itu," tutur dia.

Menurut dia Marcho adalah pelukis di kanvas kaca yang kreatif dan selama ini selalu dipantau oleh pemerintah kota Kupang.