Pansus Angket KPK Jangan Gegabah Berkesimpulan

id KPK

Pansus Angket KPK Jangan Gegabah Berkesimpulan

Pengamat politik Dr David Pandie MS

"Pansus juga harus mendatangi pihak-pihak terkait seperti BPK, Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan Tipikor untuk mengkonfirmasi mereka," kata David Pandie.
Kupang (Antara NTT) - Pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr David Pandie, MS mengatakan Pansus Hak Angket KPK tidak boleh gegabah dalam membuat kesimpulan setelah mendatangi dan berdialog dengan napi koruptor di Lapas Sukamiskin Bandung.

"Pansus juga harus mendatangi pihak-pihak terkait seperti BPK, Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan Tipikor untuk mengkonfirmasi mereka yang telah memberi andil hingga seseorang dihukum sebagai koruptor," katanya di Kupang, Sabtu.

Pembantu Rektor I Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang ini mengatakan hal tersebut menanggapi pernyataan anggota Pansus Hak Angket bahwa proses penyidikan yang dilakukan pihak KPK terhadap tersangka koruptor hingga mendapatkan kekuatan hukum tetap melanggar HAM dan berlaku tidak adil.

Anggota Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu, sebelumnya menantang lembaga antirasuah tersebut untuk berlaku adil dalam mengungkap kasus korupsi tanpa ada aturan-aturan atau prosedur hukum yang dilanggar.

Masinton mengatakan, dari hasil rapat dengar pendapat, ia menemui sejumlah kejanggalan-kejanggalan dalam pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan KPK.

"Mereka menyampaikan dalam kontek justice criminal system. Ada yang diarah-arahkan, ada yang keluarganya dipaksa-paksa, ada yang alat buktinya belum lengkap. Hal seperti ini belum pernah tersaji kepada publik selama ini," ujar Masinton.

Menurut David Pandie, pernyataan ini telah mengabaikan asas dan prinsip Triangulasi atau kewajiban Pansus Hak Angket untuk mengonfirmasi pihak lain untuk menguji lagi apakah proses dan keputusan hingga menghukum seseorang sebagai terpidana kasus korupsi itu telah sesuai atau tidak.

Pihak lain yang dimaksud di sini adalah BPK, Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan Tipikor dalam konteks kasus yang ditangani oleh KPK, harus juga didatangi sehingga hasilnya tidak sumir.

Apalagi keputusan untuk mendatangi Lapas Sukamiskin itu untuk menggali dan mendapatkan informasi terkait proses penyidikan yang dilakukan penyidik KPK terhadap saksi dan tersangka kasus korupsi saat itu.

Sehingga harus melakukan Triangulasi agar hasilnya berimbang dan dengan demikian hasil akhir dari Pansus Angket KPK itu tidak menimbulkan peroalan baru, hanya karena terlalu cepat mengambil keputusan terkait dengan KPK.

Untuk itu metodologi yang digunakan harus tepat agar hasil akhirnya pun benar. "Kalau metodologinya salah, maka hasil akhirnya juga pasti salah, sehingga harus benar-benar menjamin reabilitas dari kunjungan lapangan itu," katanya.

Jadi kalau Lapas Sukamiskin hanya menjadi sampling maka keputusannya tidak akan benar karena tidak mewakili publik bahwa penyilidikan dan penyidikan KPK terhadap tersangka korupsi tidak adil dan melanggar HAM.

Sebelumnya Forum Guru Besar Antikorupsi mengatakan Panitia Khusus Hak Angket KPK DPR-RI tidak perlu meminta pendapat kepada narapidana kasus korupsi dalam menggali dan mendapatkan informasi tentang hal yang dirasakan napi korupsi.

"Menurut metodologi sampling, itu tidak perlu, itu salah banget. Secara metodologi, meminta pendapat dari orang terpidana itu bias, sebenarnya tidak perlu dilakukan," kata Juru Bicara Forum Guru Besar Antikorupsi Asep Saefudin.