TDF 2016 Masih Menyisahkan Utang

id TDF 2016

TDF 2016 Masih Menyisahkan Utang

Tour de Flores (TDF) 2016 (Antara NTT)

"Mereka mengaku masih belum mendapatkan pelunasan utang Rp1 miliar lebih dari panitia pelaksana acara yang dilaksanakan pada 16-26 Mei 2016 oleh Yayasan Alsemat," kata Direktur IGP Mitra Vinda di Kupang, Senin, (17/7).

Kupang,  (Antara NTT) - Balap sepeda internasional 'Tour de Flores' pada 2016 lalu masih menyisakan utang panitia pelaksana sebesar Rp1 miliar lebih kepada Indonesia Grand Prix (IGP) yang merupakan konsultan dan "race management".


"Mereka mengaku masih belum mendapatkan pelunasan utang Rp1 miliar lebih dari panitia pelaksana acara yang dilaksanakan pada 16-26 Mei 2016 oleh Yayasan Alsemat," kata Direktur IGP Mitra Vinda di Kupang, Senin, (17/7).

Uang tersebut harus dibayarkan kepada IGP dan sejumlah vendor lainnya dari Banyuwangi, seperti Trinity (CV Marcapada), yaitu vendor produksi dan transportasi.


"Ketua Yayasan Alsemat adalah Yustinus B Solakira dan Sekretaris Umum adalah Alex Dungkal. Chairman `Tour de Flores` adalah Primus Dorimulu dan Managing Director 1 Yustinus B Solakira dan Managing Director 2 adalah Faustinus Wundu," kata Vinda.


Menurut Vinda, pada awalnya kerja sama IGP dan vendor lainnya dengan Yayasan Yayasan Alumni Seminari St Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko (Alsemat) berjalan lancar. "Kami juga bertekad agar balap sepeda yang dikemas dengan nama `Tour de Flores` (TdF) itu berjalan dengan baik dan lancar," katanya.


Namun saat kegiatan berlangsung, banyak kekurangan dana yang tidak bisa ditutupi oleh Yayasan Alsemat. Demi kelancaran TdF 2016, mau tidak mau IGP (di bawah PT Mitra Lintas) menalangi kekurangan.


Vinda mengatakan, setelah TdF 2016 selesai, IGP menunggu pembayaran dari Yayasan Alsemat yang seharusnya diterima sesuai dengan kontrak, berikut tagihan-tagihan lainnya. Kepada IGP dan vendor lainnya, Yayasan Alsemat berjanji membayarkan, namun setelah beberapa bulan, janji tidak pernah terealisasi.


Vinda menyebutkan, pihaknya menyimpan semua barang bukti, seperti semua penawaran harga dan kontrak yang disepakati dan yang ditandatangani pihak terkait.


Waktu itu, kata dia, Yayasan Alsemat beralasan pembayaran belum dapat dilakukan karena masih menunggu kucuran dana tersisa dari pemerintah kabupaten yang ada di Flores (daerah yang menyelenggarakan TdF) dan Pemerintah Provinsi NTT yang belum diselesaikan.


"Pihak Yayasan Alsemat mengakui dan menyadari kewajibannya untuk membayar utang tersebut setelah penyelenggaraan TdF 2016. Berkali-kali pula pihak Yayasan Alsemat dan panitia lainnya menjanjikan untuk memenuhi kewajibannya, namun ternyata sampai dengan detik ini, hanya janji," kata Vinda.


Dia mengatakan, pihaknya sudah menempuh segala cara terkait hal ini. Mulai dari surat pemberitahuan hingga surat peringatan telah dikirimkan ke Yayasan Alsemat, tetapi responsnya tidak seperti yang diharapkan. 

Sementara Yayasan Alsemat justru kembali menggelar TdF pada 14 -18 Juli 2017. Pihaknya, kata Vinda, sudah bersurat ke Kepala Dinas Pariwisata NTT dan Gubernur NTT untuk penyelesaian masalah tersebut.


"Kami anggap Yayasan Alsemat bersikap apatis dan karena itu kami buka persoalan ini melalui media massa. Kami terus menunggu Yayasan Alsemat untuk menyelesaikan kewajibannya dalam waktu satu dua bulan ke depan. Jika tidak, mungkin lebih baik kami menempuh jalur hukum," ujar Vinda.


Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Anselmat Yustinus B SolaKira mengatakan, permasalahan utang piutang tersebut harus diverifikasi terlebih dahulu, baik jumlah maupun pihak yang harus membayar utang.


"Belum tentu juga Alsemat yang punya kewajiban membayar, bisa juga pihak lain. Urusan utang-piutang tentu harus ada dasar dan bukti. Karena itu, bacalah perjanjian baik-baik," kata Yustinus.


Terkait siapa yang paling bertanggung jawab terhadap utang itu, Yustinus menyebut semuanya tergantung yang ditagih itu utang apa. "Semuanya itu perlu diverifikasi dulu," katanya.