PWI-IWO: Profesionalime wartawan harus ditingkatkan

id PWI

PWI-IWO: Profesionalime wartawan harus ditingkatkan

Ketua PWI Nusa Tenggara Timur Dion DB Putra

"Apapun alasannya profesionalisme wartawan harus ditingkatkan agar para wartawan tahu etika dan kode etik saat menjalankan tugas jurnalistik di lapangan," kata Dion DB Putra.
Kupang (AntaraNews NTT) - Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Wartawan Online (IWO) Nusa Tenggara Timur mengimbau media cetak dan daring di daerah ini untuk membenahi internalnya masing-masing demi meningkatkan profesionalisme wartawannya dalam menjalankan tugas jurnalistik.

"Apapun alasannya profesionalisme wartawan harus ditingkatkan agar para wartawan tahu etika dan kode etik saat menjalankan tugas jurnalistik di lapangan," kata Ketua PWI NTT Dion DB Putra ketika dihubungi Antara dari Kupang, Jumat.

Pemred HU Pos Kupang itu saat dihubungi sedang berada di Arena Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Padang, Sumatera Barat yang dihadiri pula oleh Presiden Joko Widodo itu.

Menurut Dion pertumbuhan media di NTT saa ini sudah tak bisa dihindari lagi, karena didukung dengan kemudahan teknologi seperti media daring yang muncul dimana-mana saat ini.

Dalam catatan PWI NTT sampai dengan saat ini kurang lebih ada 50 media daring dengan nama yang berbeda-beda muncul di berbagai daerah kepulauan di NTT.

Namun, baginya satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan kualitas wartawan harus dilakukan oleh media-media tersebut dengan tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dan UU Pokok Pers.

"Ini landasan profesi kita sebagai wartawan yang harus dilakukan oleh masing-masing media dalam meningkatkan profesional wartawannya dengan melakukan pelatihan jurnalistik dan lain-lain," ujarnya/

Artinya, kata Dion, dengan adanya pelatihan jurnalistik seperti itu minimal telah menanamkan makna kode etik jurnalistik dan UU Pokok Pers dalam diri seorang wartawan agar dapat menuangkan berita sesuai fakta yang terjadi.

Tak hanya itu, dari sisi organisasi pembentukan sebuah media juga harus sesuai dengan keputusan Dewan Pers agar tidak bermasalah dikemudian hari.

Dion mengatakan pada 2017 ada beberapa kasus yang berkaitan dengan tidak profesionalnya seorang wartawan dalam meliput yang berujung pada pelanggaran UU.

"Kita justru sering diminta untuk jadi saksi ahli soal beberapa kasus yang wartawannya justru menggunakan jabatannya untuk memeras yang berujung pada merugikan orang lain. Inikan tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik," tuturnya.

Oleh karena itu ia berharap agar baik pemilik media ataupun wartawan jangan sekali-kali menyalahgunakan kemerdekaan pers yang ada dengan melakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab.

Sementara itu, Ketua IWO NTT Sigiranus Marutho Bere menilai bahwa banyak media daring dan cetak di NTT saat ini merekrut pegawainya tanpa dibekali dengan pendidikan jurnalistik yang baik baik dan benar.

Bahkan, kata koresponden Kompas.com itu, bahkan gaji, tunjangan kesehatan, dan tunjangan kerja tak sesuai dengan standar perusahaan pers yang sehat sebagai diisyaratkan Dewan Pers.

"IWO sendiri melihat ini adalah sebuah fenomena baru dalam dunia pers yang penuh dengan kebablasan. Artinya, untuk membuat sebuah media itu gampang dan tidak sulit dan semua orang bisa membuat media, karena tidak ada syarat khusus yang harus dipenuhi,"ujarnya.

Hal inilah yang menurutnya banyak pemberitaan yang tidak menunjukkan profesionalnya seorang wartawan dalam menulis sebuah berita, sehingga sering dikeluhkan oleh masyarakat pembaca.

Atas dasar itu, ia mengusulkan agar pemerintah daerah segera membuat kebijakan untuk melakukan verifikasi wartawan dengan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Pers agar tidak bertabrakan dengan UU Pokok Pers.

Disamping itu, pemda juga harus memegang teguh aturan dari Dewan Pers yang menghendaki adanya sertifikat uji kompetensi wartawan saat melakukan tugas-tugas jurnalistik di lapangan.

"Artinya, seorang wartawan profesional harus memiliki sertifikat uji kompetensi wartawan (UKW) saat menjalankan tugas-tugas kewartawanan di lapangan. Tanpa adanya sertifat UKW, nara sumber berhak menolak wawancara untuk melindunginya dari ulah wartawan gadungan," demikian Sigiranus Marutho Bere.