Pengamat: Sikap PKB dan Nasdem bergabung ke Prabowo lelucon politik

id pilpres,mik bataona,nasdem,pkb

Pengamat: Sikap PKB dan Nasdem bergabung ke Prabowo lelucon politik

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona (ANTARA/Bernadus Tokan)

...Harus jujur diakui bahwa, pemilih mereka, juga rakyat kebanyakan melihat akrobat politik ini sebagai sebuah langkah politik yg tidak etis dan jauh dari visi para negarawan. Alasan Surya Paloh dan Muhaimin bahwa para elit politik harus guyub rukun
Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona menilai sikap politik PKB dan Nasdem untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai lelucon politik yang paling tidak lucu pascapemilu 2024. 

"Sikap politik ini oleh publik tentu dinilai sebagai lelucon politik yang paling tidak lucu pasca pemilu. Sikap ini sekaligus menegaskan bahwa di mata para elit, politik  adalah murni urusan bagi-bagi kekuasaan, bukan kehormatan, harga diri dan kemanusiaan," kata Mikhael Bataona di Kupang, Selasa, (30/4) terkait keputusan PKB dan Nasdem bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Menurut dia, publik tentu membaca bahwa Pemilu yang begitu keras kemarin, hingga terjadi debat panas dan saling serang selama masa kampenye hanyalah panggung depan penuh tipuan untuk rakyat terbelah sebab, di panggung belakang, dramaturgi politiknya terkonfirmasi jelas bahwa para elit politik ternyata bukan para negarawan. 

"Pemilih AMIN bisa saja menilai mereka hanya segerombolan oligarki yang jauh-jauh jari sudah bermain mata untuk bagi-bagi kekuasaan setelah Pemilu," kata pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira itu.

Baca juga: Pengamat: debat keempat menjadi antitesis simbolisme Jokowi

Rakyat kata dia, bisa menilai mereka sebagai para pihak yang saling kapling, dan berbagi kue kekuasaan setelah mempertontonkan pertarungan yang begitu vulgar, keras dan penuh intrik di panggung depan atau front stage politik Pilpres. 

Apalagi bergabungnya Nasdem dan PKB hanya satu hari usai Penetapan Prabowo-Gibran oleh KPU. Ini tentu saja sangat melukai hati pemilih fanatik AMIn juga pemilih dua partai ini. Bagi para pemilih, tentu pernyataan bergabung itu sebuah tontonan politik yang tidak berkelas. Juga kurang etis. 

Baca juga: Pengamat nilai Ganjar tampil lebih baik di debat perdana capres

Sebab, di bawah sana, luka-luka di hati rakyat akibat benturan politik Pilpres kemarin, masih sangat terasa. Jika saja PKB dan Nasdem menunda sedikit keinginan mereka untuk bergabung, misalnya hingga 1 tahun ke depan, mungkin luka-luka itu sudah mengering. 

"Karena saya kira situasinya sudah akan berbeda. Karena bagaimana pun juga Nasdem dan PKB, termasuk PDIP, PKS, PPP, Hanura, dan lainnya adalah  kubu yang sangat frontal dan keras menyerang Prabowo dan Gibran," katanya. 

Dia menambahkan, PKB dan Nasdem mengusung visi perubahan rezim dan pergantian orde kekuasaan. Artinya menghendaki pergantian rezim kekuasaan Jokowi sekaligus menolak visi rezim itu dilanjutkan oleh Prabowo. Tapi Dengan fakta bahwa mereka bergabung, maka  bagi publik terutama pemilih ideologis dan pemilih-pemilih ortodoks paket AMIN, juga pemilih dua partai ini, sangat kecewa. Mereka pasti merasa dikhianati. 

Mereka tentu menilai, langkah politik tersebut adalah sebuah kompromi bagi-bagi kekuasaan. Sesuatu yang mengkhianati dan melawan kembali narasi kunci kubu AMIN, di mana, Muhaimin Iskandar dan PKB sendiri ada di dalam paket tersebut. 

"Jadi, harus jujur diakui bahwa, pemilih mereka, juga rakyat kebanyakan melihat akrobat politik ini sebagai sebuah langkah politik yg tidak etis dan jauh dari visi para negarawan. Alasan Surya Paloh dan Muhaimin bahwa para elit politik harus guyub rukun setelah Pemilu, hanyalah narasi pemanis yang menyembunyikan motif kekuasaan di balik itu," katanya. 

Karena rakyat sendiri menjadi saksi bagaimana narasi perubahan itu begitu kencang dn konsisten disuarakan oleh PKB dan Nasdem. Artinya, ketika bergabung, mereka sudah berkhianat terhadap visi perubahan yg mereka kampanyekan itu. 

Dengan kata lain, bagi PKB dan Nasdem, Pilpres hanyalah orkestra politik murahan, seremonial dan formalistik semata dalam demokrasi. Sebab, usai pemilu, semua yang bertarung keras itu, tidak perlu lagi berseberangan supaya bisa terus bertarung gagasan, visi misi, dan positioning secara ideologis. 

Atau tidak perlu lagi menjadi oposisi, tetapi bergabung dan melebur dalam sebuah koalisi besar. Karena tujuan utamanya bukan demi kepentingan rakyat, tapi demi kekuasaan dan kepentingan ekonomi politik tertentu, kata Mikhael Raja Muda Bataona menambahkan.