Kupang (AntaraNews NTT) - Umat Katolik di wilayah Keuskupan Agung Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (30/3) sore, melakukan prosesi cium salib sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada Yesus yang rela mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia.
Dalam tradisi Gereja Katolik Roma, prosesi penciuman salib Kristus pada perayaan Jumat Agung, bukanlah sebuah tindakan berhala, karena yang dihormati bukan salibnya tetapi makna penyalibanNya.
Penghormatan kepada Kristus yang tersalib, adalah sesuai dengan ajaran Sabda Tuhan sebagaimana tertulis dalam Surat Rasul Paulus, "Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain dari Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan".
Itulah juga sebabnya, mengapa salib di Gereja Katolik menyertakan tubuh (Corpus) Kristus, yang disebut sebagai Crucifix, yang arti literalnya adalah seseorang yang disalibkan.
Selama masa Prapaskah, Gereja mengajak seluruh umat untuk merenungkan peristiwa iman yang menjadi dasar seluruh iman Katolik, yaitu Allah Bapa yang mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.
Dan, kasih-Nya kepada umat manusia mencapai puncaknya pada hari Jumat Agung, hari di mana Yesus mengurbankan diri-Nya dengan wafat-Nya di kayu salib untuk menyelamatkan dosa manusia.
Dari pengorbanan di salib inilah, maka seluruh berkat dari Allah mengalir dan Roh Kudus juga tercurah kepada umat-Nya.
"Jadi, tanpa adanya peristiwa wafat Yesus di salib pada Jumat Agung ini maka tidak akan ada kebangkitan Kristus pada Minggu Paskah," kata Romo Yonas Kamlasi saat memimpin upacara misa Jumat Agung di Kapel Yesus Maria Yosep Liliba.
Penghormatan salib Kristus dalam liturgi Jumat Agung ini dimulai sekitar abad ke-4 di Yerusalem, yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, sampai sekarang.
"Kita tidak dapat merayakan dan menekankan kebangkitan Kristus tanpa merenungkan sengsara dan wafat-Nya di kayu salib," ujarnya.
Jadi, prosesi penciuman salib ini berakar dari tradisi yang mempunyai dasar teologi yang dalam.
Disamping itu, penciuman salib Kristus adalah suatu ekspresi yang keluar dari dalam hati, yaitu suatu ekspresi syukur dan kasih kepada Yesus yang telah terlebih dahulu mengasihi umatnya.
Upacara cium salib ini berlangsung di semua gereja Katolik yang ada di wilayah Keuskupan Agung Kupang. Di Katedral Kristus Raja Kupang, misalnya, upacara penciuman salib dipimpin oleh RD Dinosius Manikin, Pr.
"Kematian Yesus Kristus harus dapat dihayati secara sunguh-sunguh oleh umat Katolik dalam meningkatkan kecintaan terhadap sesama," katanya dan mengharapkan umat Katolik dapat menjadikan Yesus Kristus sebagai inspirasi serta panutan dalam kehidupan bermasyarakat.
Umat Katolik, kata dia, harus mampu melakukan reformasi diri dengan meninggalkan cara kehidupan yang mulai menyimpang dari semangat ajaran Yesus Kristus.
"Jangan datang ke Gereja sambil bermain hand phone lalu mengabaikan proses ibadat yang sedang berlangsung. Umat Katolik harus tinggalkan kebiasaan itu," katanya.
Umat Katolik, kata dia, harus menjadi pribadi yang utuh dan penuh cintah kasih dalam melayani sesama dengan penuh pengorbanan.
Umat Katolik lakukan prosesi Cium Salib
Dalam tradisi Gereja Katolik Roma, prosesi penciuman salib Kristus pada perayaan Jumat Agung, bukanlah sebuah tindakan berhala, karena yang dihormati bukan salibnya tetapi makna penyalibanNya.