Kasus Marianus tidak dilandasi kebenaran hukum

id PDIP

Kasus Marianus tidak dilandasi kebenaran hukum

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat berkunjung ke Bajawa, Kabupaten Ngada di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (1/6). (ANTARA Foto/Ist)

"Kasus yang menimpah Marianus Sae ternyata tak sepenuhnya dilandasi kebenaran hukum, sehingga saya menyatakan bahwa saya tetap mendukung penuh pasangan Marianus-Emelia," kata Hasto Kristiyanto.
Kupang (AntaraNews NTT) - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tetap mendukung pasangan Marianus Sae-Emelia Nomleni dalam menghadapi pemilu Gubernur NTT pada 27 Juni 2018, meski Marianus Sae sedang dalam proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kasus yang menimpah Marianus Sae ternyata tak sepenuhnya dilandasi kebenaran hukum, sehingga saya menyatakan bahwa saya tetap mendukung penuh pasangan Marianus-Emelia," katanya di hadapan ribuan kader dan simpatisan PDI Perjuangan yang mengikuti rapat konsolidasi pemenangan Pilgub NTT di Bajawa, Kabupaten Ngada, Jumat (1/6).

Hasto memulai pernyataannya soal itu dengan menceritakan kisah pertemuan Bung Karno dengan Pak Marhaen, seorang petani miskin yang dianggap sebagai gambaran orang Indonesia kebanyakan. Pertemuan itu menjadi salah satu inspirasi Pancasila dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dari situ, Hasto mengatakan, disadari bahwa seorang pemimpin adalah yang hidup bersama dan melayani rakyat. Sebab tak akan ada pemimpin tanpa dukungan rakyat miskin. Dalam konteks ini, sosok Marianus Sae yang dekat dengan masyarakat merupakan salah satu contohnya.

"Setelah melihat dan membaca kebatinan yang ada, kami berkesimpulan, apa yang terjadi dengan Pak Marianus, tak terlepas dari dinamika politik di NTT. Ada orang khawatir dengan sosok pemimpin yang menyatu dengan rakyatnya," kata Hasto.

Ia mengatakan walaupun mempunyai pemikiran seperti itu, namun proses hukum yang tetap berjalan akan tetap dihormati oleh Hasto dan seluruh kader PDI Perjuangan.

Baca juga: Pilkada 2018 - Frans Lebu Raya siap menangkan pasangan Marhaen
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri (kedua kiri) berbincang-bincang dengan Ketua DPD PDIP NTT, Frans Lebu Raya (kiri) dan anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Herman Herry (kanan) saat tiba di Kupang, NTT Sabtu (26/8) (ANTARA Foto/Kornelis Kaha).
"Kita tetap hormati KPK menjalankan tugasnya memberantas korupsi. Tapi harusnya kebenaran dan keadilan ditegakkan di atas prinsip kebenaran dan keadilan itu sendiri, bukan atas orderan," lanjut Hasto.

Politisi asal Yogyakarta ini mengakui, selama hadir di Bajawa, Kabupaten Ngada, rakyat terus menyampaikan antusiasme dan kecintaan terhadap Marianus.

"Saya dengar ungkapan di sini, di Jakarta memang ada OTT, tapi di Ngada ini, OTT adalah Orang Tetap Tusuk (memilih) Marianus-Emi," tambah Hasto.

Lebih lanjut Hasto menambahkan PDI Perjuangan selalu berpegang pada nasihat bijak Raden Wijaya yang kerap diceritakan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Bahwa di dalam perjuangan, dikenal Satyam Eva Jayate.

Artinya bahwa kebenaranlah yang akhirnya akan menang saudara sekalian. Di dalam politik, kebenaran sejati adalah kebenaran yang disuarakan rakyat.

"Saya percaya dan seyakin-yakinnya, Pak Marianus Sae jadi korban konspirasi politik. Tapi kita tetap kokoh dalam keyakinan kita. Kita antikorupsi, tapi mendukung antikorupsi yang bersendikan kebenaran itu sendiri," tukasnya.

Hasto pun meminta agar semua kader, simpatisan, dan relawan, mewujudkan sikap PDI Perjuangan yang tetap kokoh memberikan dukungan kepada Marianus-Emi. Maka itu, gerakan rakyat dari pintu ke pintu untuk mendukung pasangan nomor urut dua itu bisa dilaksanakan.

"Mari kita buktikan bahwa kedaulatan rakyat tak bisa dikalahkan skenario politik apapun seperti yang tengah mengelinding saat ini," tandas Hasto.

Baca juga: PDIP hadapi tantangan besar dalam Pilgub NTT
Ketua DPD PDI Perjuangan NTT Frans Lebu Raya (kanan) didampingi isterinya Lucia Adinda Lebu Raya (kiri) sedang menyimak orasi salah seorang kader PDIP saat kampanye pasangan Marianus Sae-Emelia Nomleni di Kupang, Sabtu (14/4). (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)