Kupang (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) melakukan eksekusi terhadap mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang Thomas More dalam kasus korupsi aset tanah milik Pemerintah Kota Kupang di depan Hotel Sasando.
Eksekusi dilakukan setelah Mahkamah Agung RI menerima kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kupang.
Kepala Kejati NTT Yulianto, di Kupang, Jumat, mengatakan eksekusi terhadap Thomas More dilakukan setelah Kejaksaan Negeri Kupang mengantongi salinan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung RI.
Salinan putusan tersebut telah dikeluarkan oleh panitera pada Mahkamah Agung RI dengan nomor 261/TU/2021/2451 K/PID.SUS/2021.
Thomas More merupakan mantan Kepala BPN Kota Kupang yang terjerat dalam kasus korupsi aset daerah berupa tanah di depan Hotel Sasando, Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, NTT yang telah dieksekusi pihak Kejati NTT ke Lapas Kupang untuk menjalani hukuman selama delapan tahun penjara.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang telah menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa, dan mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean.
JPU lalu mengajukan kasasi pada tingkat MA. Namun, pada putusan kasasi, MA menolak kasasi terhadap terdakwa Jonas Salean dan menerima kasasi terhadap Thomas More yang merupakan mantan Kepala BPN Kota Kupang.
Thomas More dituntut 8 tahun penjara. Ia bersama mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengalihan aset tanah milik Pemkot Kupang. Kini Jonas Salean telah divonis bebas.
Baca juga: Kejaksaan Tinggi NTT tahan mantan bupati Kupang terkait aset
Kejati Yulianto mengatakan Kejaksaan NTT akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait putusan bebas terhadap mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean dalam kasus aset Pemkot Kupang yang menyeret Thomas More sebagai tersangka dan dihukum delapan tahun penjara.
Baca juga: MA vonis penjara empat terdakwa kasus korupsi dana Bank NTT
"Kami akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung karena MA telah membebaskan satu orang dalam kasus yang sama, sementara satu pihak dihukum. Apabila Kejaksaan Agung memberikan kami ruang melakukan PK akan kami lakukan demi penegakan hukum yang adil," kata Yulianto.