Kupang (AntaraNews NTT) - Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Nusa Tenggara Timur Wham Wahid Nurdin mengatakan pihaknya mendukung penataan ulang rumpon di wilayah perairan 0-12 mil yang akan dilakukan pemerintah provinsi setempat.
"Sudah saatnya rumpon-rumpon ditata ulang karena banyak yang terpasang tidak sesuai aturan sehingga menjadi polemik yang berlarut-larut di kalangan masyarakat nelayan," katanya di Kupang, Selasa (2/10).
Ia mengatakan, keberadaan rumpon-rumpon di laut memang masih pro dan kontra di kalangan masyarakat nelayan setempat.
Ia mengemukakan, ada nelayan lokal yang merasakan manfaat dari rumpon yang membuat aktivitas penangkapan ikan lebih efektif dan efisien karena menghemat biaya operasional
Namun ada juga nelayan-nelayan kecil yang merasa dirugikan karena hasil tangkapan berkurang akibat migrasi ikan secara alamiah yang terhalau.
Menurutnya, saat ini, banyak rumpon yang terpasang di wilayah perairan 0-12 mil karena nelayan-nelayan tradisional juga sudah banyak yang memiliki rumpon.
Baca juga: DKP putihkan rumpon yang terpasang di perairan NTT
Untuk itu perlu ditata ulang sehingga di kalangan sesama nelayan tidak lagi terjadi polemik, katanya.
"Sudah ada aturan terkait jarak pemasangan rumpon harus 10 mil, tidak boleh dipasang di jalur pelayaran, dan lainnya itu tinggal diterapkan saja," katanya.
Menurutnya, aturan pemasangan rumpon masih menimbulkan pertanyaan di kalangan nelayan karena hingga saat ini pemerintah provinsi maupun pusat belum mengeluarkan izin pemasangan.
Persoalannya, katanya, sudah ada Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2014 tentang pemasangan rumpon tapi belum ada izin pemasangan dari pemerintah sehingga semua yang terpasang berstatus ilegal.
"Ini yang membuat kami nelayan merasa aturan rumpon ini masih mengambang," katanya.
Wham Nurdin menambahkan, HNSI sebagai wadah yang membawa aspirasi nelayan selalu siap mendukung upaya dan kebijakan yang berdampak baik dan menguntungkan nelayan.
"Harapan kami yang paling penting kalau nanti rumpon ditata ulang, nelayan yang datang tangkap di sekitarnya harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan," katanya.
Baca juga: HNSI: Nelayan butuh kepastian hukum terkait rumpon
"Sudah saatnya rumpon-rumpon ditata ulang karena banyak yang terpasang tidak sesuai aturan sehingga menjadi polemik yang berlarut-larut di kalangan masyarakat nelayan," katanya di Kupang, Selasa (2/10).
Ia mengatakan, keberadaan rumpon-rumpon di laut memang masih pro dan kontra di kalangan masyarakat nelayan setempat.
Ia mengemukakan, ada nelayan lokal yang merasakan manfaat dari rumpon yang membuat aktivitas penangkapan ikan lebih efektif dan efisien karena menghemat biaya operasional
Namun ada juga nelayan-nelayan kecil yang merasa dirugikan karena hasil tangkapan berkurang akibat migrasi ikan secara alamiah yang terhalau.
Menurutnya, saat ini, banyak rumpon yang terpasang di wilayah perairan 0-12 mil karena nelayan-nelayan tradisional juga sudah banyak yang memiliki rumpon.
Baca juga: DKP putihkan rumpon yang terpasang di perairan NTT
Untuk itu perlu ditata ulang sehingga di kalangan sesama nelayan tidak lagi terjadi polemik, katanya.
"Sudah ada aturan terkait jarak pemasangan rumpon harus 10 mil, tidak boleh dipasang di jalur pelayaran, dan lainnya itu tinggal diterapkan saja," katanya.
Menurutnya, aturan pemasangan rumpon masih menimbulkan pertanyaan di kalangan nelayan karena hingga saat ini pemerintah provinsi maupun pusat belum mengeluarkan izin pemasangan.
Persoalannya, katanya, sudah ada Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2014 tentang pemasangan rumpon tapi belum ada izin pemasangan dari pemerintah sehingga semua yang terpasang berstatus ilegal.
"Ini yang membuat kami nelayan merasa aturan rumpon ini masih mengambang," katanya.
Wham Nurdin menambahkan, HNSI sebagai wadah yang membawa aspirasi nelayan selalu siap mendukung upaya dan kebijakan yang berdampak baik dan menguntungkan nelayan.
"Harapan kami yang paling penting kalau nanti rumpon ditata ulang, nelayan yang datang tangkap di sekitarnya harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan," katanya.
Baca juga: HNSI: Nelayan butuh kepastian hukum terkait rumpon