Belum diketahui secara pasti berapa banyak angka orang yang terkena somnifobia karena permasalahan ini belum menjadi diagnosis utama. Biasanya, gejala ini dikaitkan dengan kondisi lain yang lebih lazim seperti masalah sulit tidur biasa hingga gangguan mental pascatrauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD).
Konsultan di Departement of Sleep and Ventilation Rumah Sakit Royal Brompton London, Dr. Alanna Hare mengatakan salah satu penyebab gangguan itu adalah sleep paralysis atau kelumpuhan saat tidur.
"Sebanyak 40 persen populasi pernah mengalaminya, setidaknya sekali. Kondisi lumpuh dan terjaga sepanjang malam bisa sangat menakutkan. Bahkan, Anda sulit untuk meminta pertolongan," terangnya.
Hare lantas menggambarkan kondisi tersebut sebagai gangguan sinyal fisiologis dan mungkin berkaitan dengan permasalahan pada tubuh mengarah pada ketidakberdayaan yang merupakan bagian normal dari proses tidur. Bedanya, proses somnifobia terjadi pada awal tidur atau pada tahap tidur ringan yang memang seharusnya tidak terjadi kala itu.
"Mengalaminya sesekali adalah hal yang wajar dan lebih mungkin terjadi jika Anda terlalu lelah atau stres. Akan tetapi, jika hal itu terjadi berkali-kali, maka perlu penyelidikan lebih lanjut," terangnya.
Somnifobia dianggap sebagai permasalahan kesehatan tidur karena mampu memunculkan rasa takut luar biasa hingga ke setiap ujung saraf seseorang yang bahkan tidak mampu mencubit dirinya sendiri untuk terbangun.
Hare menambahkan bahwa sleep apnea atau kondisi ketika pernapasan seseorang berhenti dan kembali teratur saat tidur, juga dapat menjadi penyebab lain dari somnifobia.
"Biasanya penderita bermimpi tentang tenggelam atau mereka bangun dengan perasaan tidak bisa bernapas sama sekali," pendeknya.
Pemulihan dari gangguan tidur tersebut, lanjut Hare, sangat bergantung pada permasalahan utama yang menjadi dasarnya. Berkonsultasi dengan dokter umum dapat menjadi awal yang baik, sebelum melanjutkan rujukan ke pelayanan yang paling tepat.
"Jika memang permasalahannya adalah gangguan mimpi buruk, kelumpuhan saat tidur, berjalan sambil tidur, atau dugaan sleep apnea, maka rujukan yang tepat adalah spesialis kesehatan tidur," ungkapnya.
Rujukan dari para ahli, kata Hare, bisa didapatkan dari ahli pernapasan, psikiater, hingga ahli saraf. Ia menambahkan apabila permasalahan yang muncul berkaitan dengan gangguan kepanikan, kecemasan umum, atau bahkan mengarah pada gangguan obsesif kompulsif, maka layanan psikologi atau psikiatri tentu lebih tepat.
"Hal yang penting adalah orang-orang mengetahui cara mencari bantuan dan hal tersebut dapat dikelola, ditangani, dan ditingkatkan," kata Hare.
Melawan tidur