Kupang (ANTARA) - Ilmuwan yang juga Rektor Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur Prof Maxs. U.E Sanam mengatakan, penanganan hewan pembawa rabies (HPR) tidak bisa dilakukan tanpa peran masyarakat.
"Untuk menangani rabies di NTT perlu kesadaran dari masyarakat sendiri untuk mengontrol dan mengawasi hewan peliharaan dengan diikat dan divaksin," kata Maxs Sanam di Kupang, Rabu, (13/9/2023) terkait penanganan rabies di NTT.
Virus rabies yang muncul pertama kali di Flores Timur, Pulau Flores pada tahun 1997 itu, kini sudah mulai menyebar ke Pulau Timor, wilayah yang berbatasan darat dengan negara Timor Leste.
Maxs yang juga Ahli Mikrobiologi dan Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan (FKKH) Universitas Nusa Cendana Kupang ini mengatakan wabah rabies pertama kali muncul di NTT pada tahun 1997, tepatnya di Kabupaten Flores Timur dan saat itu dikampanyekan untuk mengeliminasi total anjing.
Maxs Sanam mengatakan strategi tersebut tidaklah tepat karena menghilangkan kesejahteraan hewan dan kontraproduktif.
"Pada saat dilakukan kampanye pembunuhan hewan anjing secara massal, banyak pemilik anjing melarikan anjingnya ke hutan, sehingga tidak divaksin dan akibatnya penyebaran wabah rabies menjalar ke Maumere hingga Manggarai, di ujung barat Pulau Flores,” kata Mantan Sekretaris Ikatan Dokter Hewan Indonesia tahun 1997 tersebut.
Dia mengatakan wabah rabies memang fatal, namun dapat diatasi asalkan masyarakat bersedia memvaksinasi dan mengawasi dengan baik anjingnya.
Menurut dia, cakupan vaksinasi di NTT masih rendah karena keterbatasan anggaran. Idealnya 70 persen dari jumlah populasi harus divaksin.
Baca juga: WHO serukan kesetaraan kesehatan di Provinsi NTT
Maxs Sanam mengatakan dengan cakupan vaksinasi yang terbatas maka masyarakat perlu didorong untuk selalu mengawasi anjingnya dan segera melapor ke petugas terkait ketika anjingnya mengalami gejala rabies.
Baca juga: NTT dapat bantuan 100 ribu vaksin anti rabies
"Gejala anjing yang terinfeksi virus rabies biasanya sering ditunjukkan dengan menggigit barang-barang di sekitarnya, takut minum air ditempat bercahaya dan sulit menelan air liurnya sendiri," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ilmuwan sebut penanganan rabies perlu kesadaran masyarakat