Jakarta (ANTARA) - “Ada cafe rame banget di Blok M, kapan-kapan ke sana yuk," ajak Prista, sambil memperlihatkan layar ponselnya pada temannya, Miralda.
Miralda yang sedang asyik berselancar di media sosial pun menoleh dan memperhatikan dengan seksama.
"Wah boleh juga nih. Apalagi ada diskon kalau pakai paylater," kata Miralda.
Di lain waktu, giliran Miralda mengajak Prista untuk menonton konser grup band dari luar negeri yang akan manggung di Jakarta.
"Jarang-jarang loh mereka konser di Indonesia. Terakhir konser tahun 1996. Bayarnya juga bisa pakai paylater ini," bujuk Miralda.
Bagi Miralda dan Prista yang sama-sama berusia 24 tahun, penggunaan paylater merupakan hal yang lumrah. Dengan menggunakan paylater, memungkinkan untuk dapat membeli barang sekarang, lalu membayarnya di kemudian hari.
Baik Miralda maupun Prista termasuk dalam Generasi Z, yang lahir 1997 hingga 2012. Generasi Z merupakan generasi yang tumbuh pada era digital. Termasuk dari sisi finansial, sejak usia remaja mereka dihadapkan dengan kemudahan layanan keuangan yang berbasis digital. Kemudahan layanan keuangan, seperti pinjaman daring dan paylater turut mengubah perilaku keuangan mereka.
Miralda mengakui generasinya memang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya.
"Ya, dikit-dikit self reward, healing, makan enak, terus posting di media sosial. Bayarnya bisa paylater dulu, nanti bisa dicicil," ujarnya.
Miralda mengatakan Gen Z lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental, dan untuk itu, mereka mencari cara untuk menjaga keseimbangan hidup dengan berfokus pada self-care dan healing. Generasi Z cenderung mengadopsi gaya hidup yang serba instan dan mudah, namun seringkali tidak memikirkan dampak jangka panjang terhadap keuangan mereka.
Hasil studi Populix yang dituangkan dalam laporan Indonesia Digital Economic and Financial Outlook 2024 menjelaskan Generasi Z atau Gen Z memiliki gaya belanja dan manajemen keuangan yang lebih impulsif dan fokus pada gaya hidup dan hiburan. Padahal sebagian besar mereka belum bekerja atau memiliki pendapatan tetap.
Teknologi berperan penting dalam mempengaruhi perilaku Gen Z dalam berbelanja. Ditambah lagi dengan paparan media sosial yang membentuk mentalitas fear of missing out (FOMO) atau takut ketinggalan tren.
Selain itu Riset Katadata Insight Center pada 2022 menyebut kemudahan dalam penggunaan layanan keuangan digital mendorong terjadinya impulsive buying, yakni keputusan membeli terjadi secara tiba-tiba dan seketika.
Maka tak heran, Gen Z mendominasi pinjaman di finansial teknologi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret 2025 menyebut anak muda usia 19 hingga 34 tahun mendominasi outstanding pinjaman dengan persentase 51,25 persen dengan total Rp37,19 triliun.
Head Wealth Management Distribution Maybank Indonesia Johan Kesuma Harsa mengatakan Gen Z perlu bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan bersifat mutlak dan harus terpenuhi, sementara keinginan merupakan hal yang kita inginkan untuk diri sendiri.
"Kebutuhan harus lebih diutamakan dibandingkan keinginan," kata Johan, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan pinjaman daring maupun paylater dapat menjadi solusi jika ada kebutuhan mendesak, asalkan taat dengan rencana pembayarannya. Oleh karenanya Johan melihat generasi muda perlu belajar bagaimana melakukan perencanaan keuangan.
Apalagi, saat ini, literasi keuangan lebih mudah didapat karena semakin banyak pemengaruh atau influencer di media sosial yang memopulerkan pentingnya perencanaan keuangan. Perencanaan keuangan menjadi penting karena dapat membantu mengelola pendapatan, pengeluaran, investasi, dan tabungan dengan lebih efektif. Dalam perencanaan keuangan dibagi menjadi tiga, sesuai dengan kebutuhannya, yakni tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan panjang.
Jangka pendek, seperti menabung untuk liburan atau membeli gawai baru. Sementara jangka menengah, seperti membeli kendaraan atau mempersiapkan dana pendidikan, sedangkan jangka panjang, yakni persiapan pensiun atau membeli rumah.
Langkah awal sebelum perencanaan keuangan adalah melakukan penilaian akan situasi keuangan, mulai dari berapa pendapatan per bulan, pengeluaran, hingga aset pribadi, serta membuat anggaran bulanan dan mengelola arus kas.
Pencatatan arus kas dilakukan secara bulanan, untuk mengidentifikasi pengeluaran yang bisa dikurangi atau dioptimalkan.
Kemudian membuat anggaran bulanan dengan fokus pada prioritas pengeluaran. Juga bisa menggunakan metode 50/30/20 yang bermakna 50 persen dari pendapatan digunakan untuk kebutuhan, 30 persen pendapatan diperuntukkan untuk keinginan, dan 20 persen digunakan untuk tabungan atau investasi.
Selain itu, penting menggunakan aplikasi keuangan untuk pencatatan dan evaluasi. Perlu adanya dana darurat yang disarankan 3 hingga 6 kali pengeluaran bulanan. Tujuan dari dana darurat melindungi dari situasi keuangan tidak terduga, seperti kehilangan pekerjaan dan biaya medis. Dana itu, biasanya disimpan di rekening yang mudah diakses, tetapi tetap memberikan bunga optimal.
"Adanya teknologi digital banking dapat dimanfaatkan untuk melakukan perencanaan keuangan, melakukan transaksi rutin hingga investasi," kata dia lagi.
Johan menjelaskan terdapat perbedaan signifikan antara menabung dan investasi. Menabung merupakan penyimpanan dana dengan risiko rendah, tetapi pertumbuhan lambat, sedangkan investasi adalah alokasi dana ke instrumen yang memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi dengan risiko tertentu.
Sejumlah instrumen investasi yang dapat dipilih, antara lain saham yang memiliki potensi keuntungan tinggi, namun berisiko fluktuatif, obligasi sebagai instrumen utang dengan risiko lebih rendah, serta reksadana yang menawarkan diversifikasi dengan pengelolaan profesional.
Sementara itu, emas dan deposito cocok bagi yang mencari instrumen dengan risiko lebih rendah dan lebih stabil, bisa digunakan untuk dana darurat.
Untuk utang juga perlu dikelola dengan bijak dengan menghindari utang konsumtif yang tidak perlu dan memastikan rasio utang tidak melebihi 30 persen penghasilan. Ada sejumlah langkah yang dilakukan agar dapat mengurangi utang, yakni dengan membuat prioritas pelunasan utang. Gabungkan utang untuk suku bunga lebih rendah serta gunakan strategi debt snowball, yakni melunasi dari utang terkecil atau debt avalanche, yakni melunasi utang berbunga tinggi lebih dulu.
Aplikasi M2U
Johan menambahkan investasi bukanlah hal yang sifatnya instan, melainkan jangka panjang. Dirinya berpendapat, sebelum berinvestasi terlebih dahulu menyiapkan yang namanya dana darurat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi Gen Z, di antaranya tidak mudah terpengaruh teman maupun pesohor di media sosial, terutama yang membawa dampak negatif. Gen Z juga dikenal dengan gaya hidup you only live once atau YOLO, karena media menampilkan semua yang indahnya saja.
"Padahal harusnya filosofinya you die once live everyday. Kita jangan hidup hanya untuk hari ini saja," kata Johan.
Selain itu, mentalitas FOMO juga harus dilawan dengan joy of missing out (JOMO), untuk menunda kesenangan. Keinginan ditunda dan memprioritaskan kebutuhan pokok.
Untuk memudahkan pengelolaan keuangan dan investasi, pihaknya mengembangkan aplikasi M2U ID App yang dirancang untuk membantu pengguna dalam pengelolaan keuangan dan investasi. Fitur utama pilihan investasi lengkap dalam satu genggaman, yakni reksa dana, deposito, SBN Pasar Perdana dan Sekunder, dan tabungan emas.
"Semua itu didapatkan dalam satu aplikasi. Misalnya mau menabung emas, maka tidak perlu lagi menggunakan aplikasi perbankan lain karena sudah terintegrasi di M2U," ujar dia.
Aplikasi itu turut membantu dalam menciptakan pertumbuhan dan perlindungan kekayaan dengan menyediakan akses ke berbagai instrumen keuangan yang sesuai dengan tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang.
Generasi Z memiliki peluang besar untuk mencapai stabilitas finansial jika mampu mengelola keuangan dengan bijak. Alih-alih terjebak dalam tren konsumtif dan gaya hidup instan, mereka dapat memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan finansial jangka panjang.