Kupang (ANTARA) - Bupati Sabu Raijua Nikodemus Rihi Heke mengemukakan lahan garam yang berproduksi di kabupaten yang berada di wilayah selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur itu saat ini tercatat seluas sekitar 86 hektare.
"Ada lebih dari 100 hektare lahan garam yang diolah tapi yang sekarang jumlah lahan yang berproduksi itu seluas 86 hektare," kata mantan Wakil Bupati Sabu Raijua itu di Kupang, Rabu (26/6).
Ia mengemukakan hal itu berkaitan perkembangan produksi industri garam di Kabupaten Sabu Raijua hingga saat ini. Sabu Raijua juga merupakan salah satu daerah penghasil garam di wilayah provinsi berbasis kepulauan.
Nikodemus mengatakan, tidak semua lahan garam yang diolah bisa berproduksi karena sejumlah sebab antara lain karena salah satunya mengalami kerusakan akibat badai pada tahun sebelumnya.
"Ada juga tambak yang rusak karena gangguan ternak maupun ulah warga sehingga butuh waktu untuk perbaikan," katanya sembari menambahkan selain itu ada lahan garam yang pengelolaannya bermasalah dan sedang dalam proses hukum.
Baca juga: Sabu Raijua kembangan 20 hektare lahan garam bantuan KKP
Dijelaskannya, lahan garam yang saat ini berproduksi bisa menghasilkan paling kurang 45 ton per bulan dengan waktu efektif produksi berlangsung sekitar delapan bulan dalam satu tahun. Hasil produksinya dipasarkan ke Jakarta, Surabaya, Lampung, dan wilayah Kalimantan.
Nikodemus mengatakan, komoditi garam merupakan salah satu produk unggulan dari Sabu Raijua selain rumput laut. Untuk itu, lanjutnya, terhadap lahan-lahan yang belum digarap kembali karena mengalami kerusakan akan diperbaiki secara bertahap.
"Ini yang sedang kami upayakan karena lahan potensial diolah sebenarnya 100-an hektare tapi banyak yang rusak sehingga butuh perbaikan melalui penganggaran negara," katanya.
Baca juga: NTT akan menjadi penyumbang garam terbesar di Indonesia
Baca juga: 32 hektare lahan garam di Rabasa dalam proses produksi