Kupang (Antara NTT) - Pengamat hukum dan politik Dr Karolus Kopong Medan SH.MHum meminta para pemangku kepentingan agar tidak menghambat pencairan dana desa 2017 hanya karena kepala desa belum memberikan surat laporan pertanggungjawaban (SPj) terhadap penggunaan dana 2016.
"Nanti kalau sudah ada surat pertanggungjawaban penggunaan dana 2016, tentu harus menunggu lagi Peraturan Bupati (Perbup) setempat untuk pencairan dana itu," kata dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu, Kamis, terkait tertundanya pencairan dana desa tahap pertama 2017, karena SPj dari Kepala Desa dan Perbup dari Bupati belum ada.
Menurut dia, ketersediaan payung hukum setingkat SPj dan Perbup atau peraturan lainnya terkait dengan syarat pencairan dana desa ini penting sekali, tetapi perlu diantisipasi dengan kebijakan lain yang nilai hukumnya setara, agar tidak menghambat proses pencairan.
Sebab, menurut Kopong Medan, keterlambatan pencaiaran dana desa akan berdampak pada realisasi anggaran ini hingga akhir tahun.
"Percepatan pencairan dana desa itu juga akan membantu merealisaikan kebijakan pemerintah pusat di pemerintahan paling bawah untuk pengadaan infrastruktur dan pemberdayaan," katanya.
Pencairan dana desa sebesar Rp2,3 triliun untuk sekitar 2.998 desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 2017 terancam tertunda karena banyak di antara kepala desa di daerah itu yang belum melaporkan surat pertanggungjawaban penggunaan dana tahun 2016.
"Target pencairan dana dessa tahap pertama 2017 untuk NTT akhir Maret ini," kata Kepala Seksi Penataan dan Administrasi Desa Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Nusa Tenggara Timur Achmad Umar.
Namun menurut dia, hingga pertengahan bulan ini, masih banyak desa yang belum memasukan laporan sehingga diperkirakan pencairan dana desa itu akan tertunda.
Menurut Kopong Medan, ada keselahan terstruktur sebagai penyebab keterlambatan pencairan dana desa 2016, mulai dari perencanaan, kepiawaian aparat pemerintah desa sebagai pengelola hingga ke penetapan APBDes.
Secara regulatif, pengelolaan APBDes telah diatur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa.
"Agar bisa mengelola keuangan desa, tentunya kita perlu memahami apa saja yang menjadi bagian dari keuangan desa. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa," katanya.
Artinya, perlu terlebih dahulu memetakan postur APBDes yang sebenarnya, sebab dalam Pasal 8 ayat (1) Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 menyebutkan, APBDes terdiri atas tiga bagian yakni Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan Desa.