Kapolda NTT usul penggunaan istilah "kawin tangkap" tak digunakan lagi

id Kapolda, NTT, Kota Kupang,polda ntt

Kapolda NTT usul penggunaan istilah "kawin tangkap" tak digunakan lagi

Kapolda NTT Irjen Pol Lotharia Latif (kiri) saat bersilaturahmi dengan Gubernur NTT Viktor B Laiskodat di kantor gubernur NTT, beberapa waktu lalu. Antara/Ho-Polda NTT

Saya sudah berbicara dengan seorang budayawan asal Sumba Tengah Pak Anderias P Sabaora, dan sepakat dengan beliau bahwa istilah atau sebutan kawin tangkap itu tidak usah digunakan lagi

Kupang (ANTARA) - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Irjen Pol Lotharia Latif mengusulkan agar penggunaan istilah "kawin tangkap" di Pulau Sumba khususnya di Sumba Tengah tidak boleh digunakan lagi karena merusak budaya daerah itu.

"Saya sudah berbicara dengan seorang budayawan asal Sumba Tengah Pak Anderias P Sabaora, dan sepakat dengan beliau bahwa istilah atau sebutan kawin tangkap itu tidak usah digunakan lagi," katanya di Kupang, Senin, (23/11).

Baca juga: Kapolda : NTT butuh pemuda untuk membangun

Hal ini disampaikannya orang nomor satu di Polda NTT itu ketka mengikuti rapat koordinasi dengan Komisi Nasiona Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Kupang.

Kedatangan Komnas Perempuan di Kupang dalam rangka membahas berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kekerasan perempuan di NTT dua diantaranya adalah masalah kawin tangkap di Sumba dan juga kasus Besipae di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Menurut komandan berbintang dua itu tradisi 'kawin tangkap' di Sumba memiliki proses adat yang jelas, bukan asal membawa perempuan secara paksa seperti dalam video yang beredar luas di media sosial beberapa waktu lalu.

"Istilah kawin tangkap juga tidak tepat untuk menggambarkan tradisi di NTT. Akibatnya orang salah membandingkan tradisi setempat dengan praktik pemaksaan," tegas dia.

Dalam tradisi perkawinan di Sumba Tengah, secara garis besar, calon mempelai laki-laki akan ‘menangkap’ calon mempelai perempuan, dalam proses yang sebetulnya sudah direncanakan dan disetujui oleh keluarga kedua belah pihak.

Prosesnya pun melibatkan penanda informasi adat, seperti kuda yang diikat atau emas di bawah bantal, sebagai tanda bahwa prosesi tengah berlangsung.

Polri sendiri ujar dia telah berkomitmen untuk tidak menggunakan lagi istilah kawin tangkap baik dalam proses penyelidikan atau penyidikan.Sehingga ia berharap agar semua elemen masyarakat mulai dari para tokoh adat setempat bisa merumuskan istilah sesuai dengan kearifan lokal budaya setempat.

Baca juga: Kapolda ingatkan jangan ada lagi pelanggaaran hukum di Besipae

"Saya rasa semua elemen punya peran mulai dari tokoh adat dalam merumuskan penggunaan istilah-istilah yang sesuai dengan kearifan lokal setempat," tambah dia

Lebih lanjut terkait kasus "kawin tangkap" di Sumba Tengah, Kapolda NTT mengatakan bahwa pihaknya sudah menyelesaikan kasus itu dan penanganannya sudah SP3 karena keluarga kedua belah pihak memilih penyelesaian melalui adat setempat.

"Polri dalam menangani Kasus Kawin Tangkap di Kabupaten Sumba Tengah dimana penanganannya di SP3 karena kedua pihak memilih penyelesaian melalui hukum adat," pungkasnya.