GMIT ajak umat wujudkan pilkada damai

id Sinode GMIT

GMIT ajak umat wujudkan pilkada damai

Ketua Sinode GMIT Pendeta Merry Kolimon (kiri) foto bersama Menteri Desa PDTT Eko Putron Sanjoyi (kudua kanan), ketua Komisi V DPR RI Fahry Djemi Francis (kedua kanan) usai penandatanganan MoU antara Kemendes PDTT dengan GMIT soal pagawasan pengelola

Ketua Majelis Sinode GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor) Pendeta Merry Kolimon mengajak umat Kristiani di daerah ini untuk mewujudkan Pilkada yang damai di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 2018.

Kupang (Antaranews NTT) - Ketua Majelis Sinode GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor) Pendeta Merry Kolimon mengajak umat Kristiani di daerah ini untuk mewujudkan Pilkada yang damai di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 2018.

"Mari kita sama-sama menunjukkan kematangan dalam berpolitik, dan menjadikan ruang politik sebagai arena untuk mewujudkan kedewasaan iman agar Pilkada 2018 berlangsung aman dan damai di NTT," katanya dalam Perayaan Natal Oikumene 2017 di Gereja Katolik St Yoseph Naikoten Kupang, Kamis.

Hadir dalam perayaan Natal Oikumene tersebut antara lain Gubernur NTT Frans Lebu Raya, Ketua Komisi V DPR RI Fahry Djemi Francis, perwakilan Keuskupan Agung Kupang, para tokoh lintas agama serta ratusan umat di Kota Kupang.

Pendeta Merry mengatakan, tidak lama lagi masyarakat di provinsi berbasis kepulauan ini akan melaksanakan pilkada untuk memilih gubernur-wakil gubernur serta bupati-wakil bupati di 10 kabupaten.

Untuk itu, katanya, makna perayaan Natal yang mengharuskan setiap umat kristiani menjadi penebar kedamaian kepada setiap orang agar diwujudnyatakan dalam kesehariannya termasuk dalam kehidupan berpolitik.

Menurutnya, momentum Pilkada di masa lalu sering kali menjadi ujian kehidupan berbangsa dan kedewasaan beriman. Sering kali kepentingan politik sesaat memanfatkan simbol-simbol agama untuk meraih dukungan bahkan tidak jarang membentur-benturkan masyarakat yang beragam suku, agama dan kepercayaan.

Ia mengatakan, pihaknya memperhatikan bagaimana media sosial disalahgunakan oknum-oknum tertentu selama masa kampanye beberapa Pilkada di daerah maupun nasional.

Media sosial, lanjutnya, sering digunakan orang-orang untuk saling memfitnah, menghujat dan berusaha saling menghancurkan, bahkan kadang-kadang sangat keji baik menggunakan akun entah dengan akun asli maupun palsu.

Demi kepentingan politik sesaat, orang-orang saling menyerang secara pribadi hingga melukai anggota keluarga bahkan anak-anak karena cacian dan hujatan menjadi konsumsi publik di media sosial, katanya.

Untuk itu, ia mengajak setiap umat Kristiani yang merayakan Natal ini agar menjadikan momen politik untuk mewujudkan perdamaian sebagai bukti kedewasaan dan kematangan dalam beriman.

"Sebab jika tidak perayaan Natal kita bisa menjadi tidak indah namun bisa menjadi munafik sebab praktik hidup kita justeru kotor dan saling menghancurkan," katanya.

Pendeta Merry, juga meminta para pejabat publik dan umat agar menggunakan bahasa yang santun dalam komunikasi lisan maupun media tertulis karena kata-kata dan tingkah laku meski menjadi alat pemersatu yang mampu merangkul setiap orang.

"Gunakanlah kata-kata dan bahasa untuk mengoreksi dengan cara yang kritis, namun tidak menjadi jurang pemisah dalam persahabatan dan persaudaraan," katanya menegaskan.

"Mari kita sama-sama berusaha untuk memastikan NTT sebagai rumah bersama yang layak didiami semua anak bangsa dan segenap ciptaan di daerah ini tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan," demikian Pendeta Merry Kolimon.