PJTKI di NTT perlu ditertibkan

id Golkar

PJTKI di NTT perlu ditertibkan

Ketua Harian DPD Partai Golkar NTT, Muhammad Ansor (FOTO Antara NTT)

Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang membentuk cabang di provinsi ini perlu ditertibkan karena banyak yang asal-asalan dan penuh masalah.
Kupang (AntaraNews NTT) - Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur Muhamad Ansor mengatakan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang membentuk cabang di provinsi ini perlu ditertibkan karena banyak yang asal-asalan dan penuh masalah.

"Kami sudah minta ke Disnaketrans dan BP2TKI untuk berkoordinasi dengan Polda NTT agar menertibkan PJTKI yang beroperasi di sini karena banyak yang asal-asalan," kata politisi dari FPG yang membidangi masalah ketenagakerjaan itu di Kupang, Rabu.

Ia mengatakan hal itu menyikapi kasus perdagangan orang (human trafficking) yang menimpa masyarakat setempat ketika bekerja di luar negeri dengan status ilegal.

Pihaknya mencatat, dari awal Januari hingga pertengahan Februari 2018 sudah 10 tenaga kerja (TKI) asal NTT yang meninggal di Malaysia yang semuanya berstatus ilegal.

Kasus terakhir seperti yang menimpa Adelina Sau (21), TKW asal Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan yang meninggal dunia karena mengalami penyiksaan oleh majikannya di Penang, Malaysia beberapa waktu lalu.

Atas kondisi itu, Muhamad Ansor itu meminta intansi terkait untuk menertibkan PJTKI yang membentuk cabang di provinsi ini karena banyak yang asal-asalan dan kemudian menuai banyak masalah.

"Kadang kala asal ada saja, ada satu rumah yang penting syarat administrasi perusahaan terpenuhi mereka sudah mulai merekrut, ini perlu ditertibkan," katanya menegaskan.

"Banyak instrumen yang harus dipenuhi oleh mereka (PJTKI), salah satunya adalah BLK (Balai Latihan Kerja), di Kupang hanya dua atau tiga saja yang memenuhi syarat, yang lain itu dipertanyakan," katanya.

Penertiban itu, menurutnya, sangat penting untuk memastikan agar PJTKI yang beroperasi merupakan yang betul-betul profesional sehingga tidak menimbulkan masalah TKI ilegal yang berujung pada perdagangan manusia di kemudian hari.

Lebih lanjut, Ansor juga menilai persoalan perdagangan orang yang masih saja menimpah warga di provinsi kepulauan ini bermula dari pemalsuan kartu tanda penduduk (KTP).

"Persoalan utama perdagangan orang ini adalah pemalsuan KTP di tingkat desa, titik awalnya dari situ. Masalah ini juga perlu dilihat polisi sebagai aparat penegak hukum,," katanya.

Untuk itu ia meminta institusi Kepolisian setempat melalui jajarannya di tingkat sektor agar betul-betul mengawasi dan menindak para calo atau perekrut yang beroperasi di desa-desa ketika merekrut dan memalsukan KTP.

"Karena jebol awalnya dari sini, ketika calo merekrut dengan membuat KTP palsu, itu tidak diketahui aparat Kepolisian namun ketika ada masalah human trafficking justru kepolisian yang dituntut untuk menyelesaikannya," demikian Mohamad Ansor.