NTT sebaiknya fokus pada produktivitas sawah

id Leta

NTT sebaiknya fokus pada produktivitas sawah

Pengamat pertanian dari Undana Kupang Leta Rafael (ANTARA Foto/dok)

Nusa Tenggara Timur sebaiknya fokus pada upaya peningkatan produktivitas sawah ketimbang membukan lahan sawah baru.
Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat masalah pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Ir Leta Rafael berpendapat Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebaiknya fokus pada upaya peningkatan produktivitas sawah ketimbang membukan lahan sawah baru.

"Menurut saya, sebaiknya pemerintah fokus meningkatkan produktivitas sawah yang ada. Produktivitas sawah di NTT saat ini masih rata-rata 3 ton/ha, padahal jika kita naikan menjadi cukup 5 ton/ha saja, maka NTT sudah bisa surplus beras," kata Leta Rafael kepada Antara di Kupang, Senin (19/3).

Dia mengemukakan hal itu, terkait pembukaan sawah baru di NTT melalui program upaya khusus untuk meningkatkan produksi padi, jagung dan kedelai (PJK) atau dikenal dengan Upsus Pajale (Upaya Khusus Padi, Jagung, dan Kedelai) yang selalu tidak mencapai target.

Melalui Upsus Pajele Pemerintahan Presiden Jokowi bertekad untuk mensukseskan kedaulatan pangan dalam tiga tahun mulai dari 2017 dengan segala strategi dan upaya yang dilakukan untuk peningkatan luas tanam dan produktivitas di daerah-daerah sentra produksi pangan.

Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) diminta untuk mengaplikasikan teknologi unggulan yang sudah dimilikinya untuk mendukung suksesnya program Upsus Pajele terutama dalam hal penyediaan benih unggul serta teknik-teknik budidaya Pajale dan SDM untuk pendampingan produksi.

Dukungan dari TNI-AD juga diperoleh dengan ditandatanganinya MoU antara Menteri Pertanian dengan Kepala Staf TNI-AD bahwa seluruh Babinsa akan membantu petani agar program swasembada pangan ini dapat terwujud pada tahun 2017. 
Dua anggota TNI-AD dari Korem 161/Wirasakti Kupang bersama masyarakat menanam padi secara serentak di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT (Foto ANTARA/ Kornelis Kaha)
Pada musim tanam tahun 2017 lalu misalnya, pemerintah pusat memberikan jatah pembukaan sawah baru untuk NTT seluas 1.500 hektare. Namun, dalam perjalanan direvisi lagi menjadi 667 hektare saja. Itu pun hanya terealisasi seluas 446 hektare.

Menurut Leta Rafael, kegagalan pembukaan sawah baru di NTT dalam beberapa tahun terakhir bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti data tentang lokasi sawah baru tidak akurat.

Selain itu, letak lokasinya di mana, berapa luasnya, bagaimana infrastruktur ke lokasi. Semua ini bisa menjadi penyebab NTT tidak bisa mencapai target yang diberikan pemerintah pusat.

Di sisi lain, pemilik lahan apakah komunal atau pribadi juga menjadi penghambat. "Jadi lahan komunal sangat sulit menjadi lahan pencetakan sawah sebab dapat menimbulkan konflik dalam masyarakat," katanya.

Karena itu, menurut dia, seharusnya pemerintah lebih fokus pada peningkatan produktivitas sawah-sawah yang sudah ada dan tersebar di daerah-daerah di provinsi berbasis kepulauan itu.

Dia cukup optimitis jika produktivitas sawah-sawah yang sudah ada bisa ditingkatkan menjadi lima ton per hektare saja, maka NTT sudah bisa surplus beras tanpa harus bergantung pada Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Pembukaan lahan sawah baru oleh TNI-AD (ANTARA Foto/dok)