Kupang (AntaraNews NTT) - Taman Hutan Rakyat (Tahura) Herman Yohannes di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT menjadi sasaran kebakaran saat musim kemarau tiba, sehingga mendorong Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Kupang untuk meningkatkan pengawasan di kawasan tersebut.
"Patroli akan kami tingkatkan untuk melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran di kawasan Tahura yang terletak di Desa Kotabes itu," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Kupang Paternus Vinsi di Oelamasi, Kamis (10/5).
Luas Tahura Yohannes sekitar 1.900 hektare itu, terletak dalam kawasan pegunungan dengan hawa yang sangat dingin dengan ditumbuhi berbagai aneka tanaman secara alamiah seperti pohon ampupu, cendana, hue, haubesi dan cemara gunung.
"Beberapa tahun lalu, Tahura Yohannes sempat terbakar, namun selama ini belum pernah ada kasus kebakaran, tetapi upaya antisipasi itu tetap kami lakukan melalui patroli rutin di kawasan hutan tersebut," kata Paternus.
Selain itu dalam kawasan itu juga masih terdapat beberapa hewan langka seperti rusa Timor, babi hutan maupun biawak Timor serta beberapa jenis burung yang sulit ditemukan di daerah lain di provinsi berbasis kepulauan ini.
Ia mengatakan petugas kehutan tetap melakukan patroli di kawasan hutan tersebut untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, sekaligus menimalisir kasus perambahan hutan dan perburuan liar di kawasan hutan lindung di Kabupaten Kupang itu," katanya.

Ia pernah menjabat Rektor UGM (1961-1966), Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978), dan Menteri Pekerjaan Umum (1950-1951).
Hingga menjelang akhir hayatnya, ia masih melakukan penelitian yang menghasilkan kompor hemat energi dengan briket arang biomasa.
Keprihatinannya akan tingginya harga minyak bumi, selalu mendorongnya untuk mencari bahan bakar alternatif yang bisa dipakai secara luas oleh masyarakat.
Herman Johannes pernah meneliti kemungkinan penggunaan lamtoro gung, nipah, widuri, limbah pertanian, dan gambut sebagai bahan bakar.
Meski lebih banyak dikenal sebagai pendidik dan ilmuwan, Herman Yohannes tercatat pernah berkarier di bidang militer.
Pada tanggal 4 November 1946 Herman Yohannes menerima Surat Perintah dari Kepala Staf Umum Kementerian Keamanan Rakyat Letjen Urip Sumohardjo untuk membangun sebuah laboratorium persenjataan bagi TNI.
Sebab, pemerintah Indonesia saat itu sedang mengalami krisis persenjataan. Selama perang kemerdekaan, berhasil memproduksi bemacam bahan peledak, seperti bom asap dan granat tangan.
Keahlian Herman Yohannes sebagai fisikawan dan kimiawan ternyata berguna untuk memblokade gerak pasukan Belanda selama clash I dan II.

Pada Januari 1949, Kolonel GPH Djatikoesoemo meminta Herman Yohannes bergabung dengan pasukan Akademi Militer di sektor Sub-Wehrkreise 104 Yogyakarta.
Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat Candi Kalasan, lagi-lagi Herman Yohannes diminta meledakkan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak.
Dalam sebuah makalahnya Herman Yohannes pernah mengemukakan bahwa Sri Sultan dan Paku Alam bersama Komisi PBB menjemput para gerilyawan masuk kota Yogyakarta pada 29 Juni 1949.
Pasukan Akademi Militer masuk kota dari arah Pengok dan dijemput langsung Paku Alam VIII, dan Herman Yohannes kemudian harus berpisah dengan teman-teman seperjuangannya utuk kembali ke dunia pendidikan.
Jasanya di dalam perang kemerdekaan membuat Herman Yohannes dianugerahi Bintang Gerilya pada tahun 1958 oleh Pemerintah RI. Almarhum Herman Yohannes mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 2009.

Nama Prof Herman Yohannes juga diabadikan menjadi nama jalan yang menghubungkan Kampus UGM dengan Jalan Solo dan Jalan Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta.