Kupang (AntaraNews NTT) - Hasil kajian ekonomi dan keuangan regional Provinsi NTT menyebutkan bahwa wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat potensial untuk mengembangkan agroindustri gula berskala nasional.
"Secara geografis, NTT memiliki keunggulan komparatif, dimana musim panas berlangsung hingga sembilan bulan, dan didukung dengan kondisi tanah yang sangat cocok untuk meningkatkan kualitas rendemen," demikian hasil kajian ekonomi dan keuangan regional NTT yang disiarkan Bank Indonesia Perwakilan NTT sebagaimana diterima Antara di Kupang, Selasa (17/7)
Sementara, Agroekologi BPPT NTT (2007) menyebutkan di NTT sendiri masih terdapat sekitar 439.203 ha lahan potensial untuk pertanian kering (tebu, jagung, dan lain-lain). Lahan tersebut tersebar di Pulau Sumba, Flores dan Pulau Timor yang sama sekali belum dimanfaatkan dengan baik.
Artinya, jika lahan potensial yang terdapat di NTT bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka NTT bisa menambah hampir dua kali lipat jumlah produksi gula nasional saat ini, sebut Bank Indonesia.
Luas dan kualitas lahan yang sedemikian potensialnya tersebut memungkinkan bagi Provinsi NTT untuk mengembangkan agroindustri gula berskala nasional.
Baca juga: Investasi Tebu di Sumba Timur Rp2,4 Triliun
Kondisi inilah yang kemudian dilirik pemerintah untuk menjembatani investor agar dapat berinvestasi dengan membuka perkebunan tebu sekaligus pabrik gula di NTT, agar target pemerintah Indonesia untuk bisa swasembada gula dapat terpenuhi di 2020 mendatang.
Saat ini, produksi gula dalam negeri secara nasional masih berkisar di angka 2,2 hingga 2,5 juta ton per tahun. Angka ini tentu sangat rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan gula dalam negeri yang jumlahnya diperkirakan mencapai 5,7 juta ton per tahun bahkan lebih.
Diprediksi, kebutuhan gulapun akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah industri makanan dan minuman di dalam negeri. Adanya kebutuhan gula yang berlebih namun tidak diimbangi dengan produksi dalam negeri yang cukup, mengakibatkan neraca perdagangan gula Indonesia defisit.
Selama ini pemerintah memenuhi kebutuhan gula dalam negeri melalui keran impor dari berbagai Negara seperti Thailand, Brasil, dan lain sebagainya. Selain menyebabkan cost yang lebih mahal, tingginya impor gula dari tahun ke tahun juga menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah.
Oleh karena itu, pemerintah memberikan perhatian secara khusus terkait gula dengan menargetkan Indonesia swasembada gula pada tahun 2020 dengan target produksi mencapai 6,8 juta ton untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri, tulis Bank Indonesia.
Baca juga: 20 Ton Gula Pasir Untuk Warga Miskin