Kupang (ANTARA) - Pemerintah terus mengembangkan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagai kawasan wisata super prioritas untuk menarik minat wisatawan yang berkunjung.
Setelah sejumlah kawasan wisata dikembangkan, seperti di puncak Waringin, kemudian di Goa Batu Cermin serta Bukit Cinta dan beberapa potensi lainnya, kini muncul lagi salah satu kawasan yang kedepannya disiapkan sebagai lokasi ecotourism atau wisata alam.
Lokasi tersebut dikenal dengan sebutan Hutan Bowosie, hutan yang berada di ketinggian sehingga membuat wisatawan selain dapat menikmati alam tetapi juga dapat melihat pemandangan bentangan Labuan Bajo dari dataran yang tinggi.
Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo (BPOLBF) bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat ini sedang mengembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan dan terintegrasi di Hutan Bowosie Labuan Bajo dengan tujuan untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar.
Kawasan pariwisata terintegrasi tersebut menempati lahan seluas 400 hektare atau sekitar 1,98 persen dari seluruh luas kawasan hutan Bowosie yang mencapai 20.193 hektare.
Konsep pengembangan pada ecotourism atau wisata alam berupa hutan yang alami, diharapkan membuat wisatawan betah berlama-lama berkunjung.
Namun, saat tim BPOLBF melakukan survei ke dalam kawasan hutan, kondisi hutan Bowosie sangat memprihatinkan. Sebagian besar telah dirusak oknum tidak bertanggung jawab.
Banyak titik lokasi yang ditebang, bahkan sebagian besar dibakar oleh pihak tidak bertanggung jawab. Dengan kondisi yang demikian tentunya perlu dilakukan peremajaan agar hutan terlihat asri kembali. Karena wisata hutan daya tariknya tentunya adalah pepohonan.
"Bagaimana wisatawan mau datang jika pohonnya ditebang dan dibakar,” kata Direktur Utama BPOPLBF Shana Fatina.
Tidak hanya ditebang dan dibakar, sebagian lokasi sudah berubah menjadi lahan pertanian dengan jenis tanaman semusim yang rendah mengikat tanah dan air.
Demi mengembalikan kondisi hutan Bowosie, aktivitas banyak menanam daripada menebang harus dilakukan agar hutan kembali terlihat seperti semula mempunyai daya tarik.
Berbagai pengrusakan hutan yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab tersebut tentunya harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Untuk itu, BPOLBF sebagai perwakilan dari Kemenparekraf yang akan mengelola hutan itu menjadi destinasi wisata baru, tentukan harus segera berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menelusuri perusakan yang terjadi di hutan Bowosie.
Melanggar hukum
Hutan yang dirusak oleh orang-orang tidak bertanggung jawab itu mencakup kurang lebih 135 hektare atau 34 persen dari lahan BPOLBF, dan sebagian besar berada di kawasan hutan bagian dalam, sehingga tidak terlihat dari pinggir hutan.
Kasus perambahan hutan yang disiapkan jadi lokasi wisata alam itu menjadi perhatian serius Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) KLHK Manggarai Barat.
Penebangan liar dan pembakaran ini sudah terjadi sejak 2015. Walaupun sudah banyak pelaku yang sudah ditangkap namun tetap masih ada saja yang melakukan hal yang sama.
Saat kejadian pada tahun 2015, ada tiga orang yang berhasil ditangkap. Terakhir pada tahun 2019 lalu terjadi lagi dan sebanyak tiga orang pelaku perambahan hutan Bowosie ditangkap, tetapi efeknya tidak ada sama sekali.
Baca juga: Hutan Bowosie akan diremajakan kembali sebagai destinasi wisata ecotourism
Sesuai undang-undang yang berlaku yakni UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 pelaku pengrusakan hutan sudah pasti melanggar hukum. Mereka yang ketahuan merambah hutan akan dituntut lima tahun penjara dan denda uang sebesar Rp5 miliar
Kini, memang ada sejumlah oknum masyarakat yang menempati hutan Nggorang Bowosie yang akan dikelolah BPOLBF tersebut. Mereka bahkan mendirikan bangunan pribadi di atas hutan milik negara tanpa izin.
Namun, KPH telah menyatakan bahwa kelompok-kelompok yang menempati lahan tersebut statusnya adalah ilegal. Apalagi mendirikan bangunan tanpa ijin jelas tidak diperbolehkan dan melanggar hukum.
Aparat kepolisian juga sudah ikut dilibatkan dalam penanganan perambahan hutan yang akan menjadi lokasi wisata alam itu.
Tentunya tidak hanya aparat kepolisian tetapi untuk menjaga dan melestarikan hutan di kawasan tersebut. Keterlibatan penuh semua kalangan baik di Manggarai Barat maupun wilayah lainnya untuk bersama-sama membantu melestarikan hutan di kawasan tersebut.
Tenaga kerja
Pembangunan hutan Bowosie yang disiapkan menjadi lokasi wisata alam, diyakini berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan menekan tingkat pengangguran di Labuan Bajo, Flores dan NTT pada umumnya.
Pasalnya, BPOLBF memastikan pengembangan pariwisata di Hutan Bowosie Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, itu mampu menyerap 10.000 ribu tenaga kerja.
Perhitungan tersebut berdasarkan hasil analisa BPOLBF atas kebutuhan pembangunan dan kebutuhan daya tarik wisata yang akan tersaji di kawasan seluas 400 hektare.
Kini BPOLBF bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersiap mengembangkan empat zona pengembangan pariwisata di lahan seluas 400 hektarr Hutan Bowosie untuk menghadirkan kawasan pariwisata berkelanjutan, berkualitas, dan terintegrasi di Labuan Bajo.
Kawasan tersebut tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia (SDM), tapi juga suplai hasil pertanian dan peternakan, hasil kerajinan tangan, atraksi budaya, dan lainnya.
Pengembangan tersebut tentunya berdasar pada amanah Presiden Joko Widodo melalui Perpres Nomor 32 Tahun 2018 dengan penetapan pengelolaan dilakukan oleh Badan Pelaksana yang dibentuk pada 2019.
Di dalamnya diatur tentang perubahan status dan pemanfaatan 400 hektare Hutan Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat, yang mana paling sedikit 136 hektare akan diberikan hak pengelolaan kepada Badan Otorita, dan sisanya dikelola menggunakan skema izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Pemanfaatan Jasa Lingkungan (PBPH-JL) sebagai wisata alam.
Pengembangan kawasan ini akan dibagi dalam empat zona meliputi cultural district (zona budaya), adventure district (zona petualangan), wildlife district (distrik alam liar), dan leisure district (zona santai).
Baca juga: Artikel - Melirik potensi wisata desa penyangga TN Kelimutu Detusoko Barat Ende
Rincian persentase pengembangannya yakni zona budaya 6,51 persen dari 26 hektare dan 22,23 persen dari 88,73 hektare. Selanjutnya zona santai 5,13 persen dari 20,49 hektare dan 10,60 persen dari 42,32 hektare. Berikutnya zona alam 22,36 persen dari 89,25 hektare. Terakhir zona petualangan 33,17 persen dari 132,43 hektare.
Sementara itu Direktur Destinasi BPOLBF Konstant Mardinandus menambahkan BPOLBF juga melakukan studi hidrogeologi terpadu dan analisis dampak lingkungan sehingga bersama-sama bisa menjamin kelestarian mata air yang ada di kawasan tetap terjaga dan tidak akan mengganggu suplai untuk warga setempat.
Rencana pembangunan pun ditetapkan koefisien dasar bangunan dan luas area terbangun sangat rendah di setiap zona, guna tetap mendukung fungsi ekologi kawasan hutan tersebut.
Baca juga: Artikel - Merawat tradisi Gemohing untuk kemandirian ekonomi petani di Adonara
Berikutnya rencana pembangunan ke kawasan yang sudah dimulai pada Maret 2022 dan akan dilanjutkan pembangunan dan penataan sarana prasarana pariwisata. Masyarakat di sekitar kawasan Hutan Bowosie sangat mendukung pembangunan tersebut dengan harapan bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat desa.
Artikel - Menyiapkan hutan Bowosie jadi destinasi wisata alam NTT
...Bagaimana wisatawan mau datang jika pohonnya ditebang dan dibakar