Kupang (ANTARA) - Masyarakat adat Kampung Lancang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT mendukung penuh rencana pemerintah pusat melalui Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) terkait rencana pengembangan dan pembangunan eko wisata di kawasan Bowosie.
"Jika tanah ini dibangun untuk pariwisata justru kami dukung, karena itu milik pemerintah," kata Ketua Adat Golo Lancang Theodorus Urus dihubungi dari Kupang, Rabu, (18/5/2022).
Ia menilai pembangunan dan pengembangan kawasan eko wisata itu nantinya berimbas bagi kami warga Lancang dan Manggarai Barat umumnya. Salah satunya adalah anak-anak muda dari daerah itu bisa bekerja di lokasi itu.
Ia menjelaskan, dirinya dan masyarakat Lancang mendukung penuh rencana pemerintah untuk mengelola lokasi Bowosie. Namun di sisi lain, ia sesalkan pemerintah yang malah membiarkan adanya kelompok tertentu melakukan perambahan.
"Kita kesal karena lahan hutan dirusak oleh kelompok masyarakat yang bukan warga wilayah Nggorang ataupun Golo Lancang. Dan pada tahun 2018, kami ketemu pak Gusti Dula (mantan bupati Manggarai Barat), kita bicara dengan beliau disertai dengan pernyataan sikap terkait lahan hutan yang dirambah orang-orang, " jelasnya.
Namun hingga saat ini, lanjutnya, pemerintah seakan kalah dengan para perambah hutan tersebut.
Sementara itu, Ia tak keberatan bila pemerintah melalui BPOLBF yang menata hutan Bowosie, asal baginya bersosialisasi dahulu dengan masyarakat agar dapat menjelaskan terkait dampak baik dan dampak buruk akibat pembangunan di lahan hutan tersebut.
"Bukan berarti kita tidak mendukung soal pembangunan akan tetapi harus membawa dampak baik bagi masyarakat,"katanya.
Sementara Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi pun mengharapkan agar masyarakat mendukung program pemerintah.
"Saya harap masyarakat mendukung program dan rencana pemerintah dalam penataan kawasan Bowosie. Dan sebagai kota pariwisata, kita harus ciptakan situasi yang kondusif," ujar Bupati Edistasius.
Sedangkan terkait polemik status lahan Bowosie saat ini, Bupati Edistasius menyampaikan di dokumen yang pemerintah miliki bahwa program IP4T itu sudah dilakukan inventarisasi.
Pengusul sebanyak 250 orang, namun setelah diverifikasi oleh tim yang komponennya ada Pemda, BPN dan KPH, tertinggal 200 orang dengan Total luas lahan itu kurang lebih 13,8 ha.
Baca juga: BPOLBF sebut kehadiran mobil listrik tambah daya tarik wisata Labuan Bajo
Untuk diketahui, secara ulayat, kawasan Bowosie merupakan milik Ulayat Nggorang. Pada tahun 1960, fungsionaris adat ulayat Nggorang menyerahkan kawasan Bowosie kepada tetua adat Lancang.
Namun pada tahun 1961, Raja Ngambut meminta kepada ulayat Nggorang untuk menyerahkan sebagian tanah tersebut kepada pemerintah.
Baca juga: BPOLBF dorong warga pemanfaatan Waterfront City untuk kegiatan kreatif
Sementara di sisi lain, tanah yang dimintai Raja Ngambut telah diserahkan dan dikuasai oleh Kampung Lancang. Walau begitu hasil rembuk kampung Lancang dan Ulayat Nggorang, diputuskan bahwa sebagian tanah itu diserahkan kepada pemerintah.
Masyarakat Adat dukung BPOLBF bangun eko wisata di hutan Bowosie
Jika tanah ini dibangun untuk pariwisata justru kami dukung, karena itu milik pemerintah...