Gerakan #2019gantipresiden# resmi dilarang di NTT

id SISILIA SONA

Gerakan #2019gantipresiden# resmi dilarang di NTT

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi NTT, Sisilia Sona.

"Jika ada organisasi massa yang hendak melakukan gerakan #2019gantipresiden# maka akan berhadapan dengan aparat keamanan," kata Sisilia Sona.

Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Nusa Tenggara Timur Sisilia Sona menegaskan, gerakan "2019gantipresiden# sudah resmi dinyatakan sebagai kegiatan yang dilarang.

"Jika ada organisasi massa yang hendak melakukan gerakan #2019gantipresiden# maka akan berhadapan dengan aparat keamanan," katanya kepada Antara di Kupang, Selasa (4/9).

Ia mengatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menyatakan bahwa gerakan ganti presiden 2019 resmi dilarang, sehingga tidak boleh ada aktivitas di NTT.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan rencana Presidium Gerakan #2019gantipresiden# Hajenang yang akan menggelar gerakan tersebut di Manggarai Barat, Pulau Flores pada 10 November 2018 sebagai wahana pendidikan politik buat rakyat.

Presidium Gerakan #2019gantipresiden# Wilayah NTT, Hajenang berencana akan menggelar gerakan tersebut pada 10 November 2018 di Marombok, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Hajenang sebelumnya sempat mengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kupang, dan seorang pengacara. Namun, saat ini dilaporkan sudah tidak mengajar lagi di universitas swasta tersebut.

Baca juga: Gerakan ganti presiden untuk pendidikan politik

Presidium Gerakan #2019gantipresiden# Wilayah NTT, Hajenang

Sisilia Sona juga menyampaikan terima kasihnya kepada Kantor Berita Antara Biro Nusa Tenggara Timur yang telah menyampaikan informasi mengenai rencana kegiatan di Manggarai Barat pada November mendatang.

"Kami juga akan segera berkoordinasi dengan pihak Universitas Muhammadiyah Kupang untuk menggali informasi lebih dalam mengenai rencana kegiatan tersebut," katanya.

Ketua Presidium Gerakan #2019gantipresiden# Wilayah Nusa Tenggara Timur, Hajenang mengatakan, gerakan yang dilakukan tersebut lebih kepada pendidikan politik.

"Gerakan yang saya bangun adalah lebih ke pendidikan politik. Supaya masyarakat jangan salah tafsir tentang gerakan #2019ganti presiden#," kata Hajenang dalam wawancara dengan Antara, Senin (3/9).

Dia mengatakan, kegiatan ini bukanlah makar, dan bukan pula anti UUD 1945 dan Pancasila tetapi lebih pada pendidikan politik. Namun, para netizen menolak dengan keras kegiatan tersebut dengan apa pun alasannya.

Ketita ditanya soal motivasinya, Hajenang mengatakan gerakannya juga hanya bersifat dialogis untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, tentang demokrasi, hukum, dan politik terkait tagar #2019gantipresiden#.

Baca juga: Pemprov NTT-Forkompimda bersinergi cegah gerakan ganti presiden

Kapolri Jenderal Tito Karnavian

Dia menegaskan, kegiatan deklarasi ini lebih fokus kepada dialogis tentang kebijakan-kebijakan strategis bangsa yang selama ini belum menjawab kebutuhan rakyat itu sendiri.

"Tidak ada kampanye di jalanan lalu teriak-teriak dan mencelah atau memfitnah tokoh-tokoh penting di republik ini tanpa dasar argumen yang jelas," katanya.

Menurut Hajenang gerakan yang akan dilakukan ini tidak berada dibawah `underbow` siapa-siapa tetapi lebih kepada keinginan demokrasi.

Kegiatan ini pula bukan untuk kampanye merubah sistem presidensil di Indonesia karena rumusan ini sudah baku, tidak juga menyinggung siapa-siapa, agama, ras, atau golongan tertentu, katanya.