Pemprov NTT - Pemkot Kupang masuk zona hijau pelayanan publik dari Ombudsman

id ombudsman ri,pelayanan publik,ntt

Pemprov NTT - Pemkot Kupang masuk zona hijau pelayanan publik dari Ombudsman

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng memberikan Konferensi Pers Opini Pengawasan Ombudsman atas Pelayanan Publik di NTT, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (26/12/2022). (ANTARA/Fransiska Mariana Nuka)

Kita memang berupaya untuk segera meninggalkan zona merah...
Labuan Bajo (ANTARA) - Ombudsman RI telah memberikan penilaian kepatuhan standar pelayanan publik dengan zona hijau untuk Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kota Kupang pada tahun 2022 ini.

"Dua pemerintahan ini masuk zona hijau dengan opini Kualitas Tinggi," kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam Konferensi Pers Opini Pengawasan Ombudsman atas Pelayanan Publik di NTT di Labuan Bajo, Selasa, 27/12/2022).

Dia menjelaskan selama tujuh tahun penilaian diberikan, Pemprov NTT belum pernah mendapatkan opini "Kualitas Tinggi" atau masuk zona hijau. Ombudsman pun melakukan penandatangan nota kesepahaman atau komitmen bersama gubernur, bupati, dan wali kota pada 22 kabupaten/kota di NTT terkait peningkatan kualitas pelayanan publik.

 Lewat pendampingan Ombudsman RI, dua pemerintahan tersebut memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan pelayanan publik dan masuk pada zona hijau. Pemerintah Provinsi NTT pun mendapatkan nilai 80,93 atau kategori B, sedangkan Pemerintah Kota Kupang memiliki nilai 79,12 dengan kategori B.

"Kita memang berupaya untuk segera meninggalkan zona merah," katanya lagi.

Dari hasil survei Ombudsman RI tersebut, sebanyak 15 kabupaten masih berada pada zona kuning dengan opini "Kualitas Sedang." Kelima belas kabupaten tersebut yakni Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai, Kupang, Belu, Timor Tengah Utara, Ende, Manggarai Barat, Timor Tengah Selatan, Sumba Timur, Flores Timur, Sumba Barat Daya, Sikka, Rote Ndao, Sumba Tengah, dan Malaka.

"Masih ada enam kabupaten yang masuk zona merah atau kualitas rendah yakni Lembata, Sumba Barat, Nagekeo, Ngada, Alor, dan Sabu Raijua," ucap Robert.

Dalam penilaian ini, ada empat dimensi yang digunakan yakni kompetensi penyelenggara, pemenuhan sarana dan prasarana, pemenuhan standar pelayanan publik, serta pengelolaan pengaduan.

Robert berharap hasil penilaian ini bisa terus dipertahankan dan ditingkatkan agar masyarakat dapat merasakan perbaikan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah.

"Harus ada komitmen dari kepala daerah dan pimpinan organisasi perangkat daerah untuk perbaikan pelayanan publik," katanya berharap.

Lebih lanjut Robert membeberkan sketsa masalah pelayanan publik di NTT yang pada umumnya terletak pada penghargaan rendah atas peran/kontribusi warga dalam kebijakan, penyelenggaraan, serta monitoring-evaluasi pelayanan publik. Selain itu, masih adanya inefisiensi, korupsi, dan maladministrasi. Orientasi pemerintahan pun masih berada pada budaya kekuasaan, bukan pada budaya pelayanan.

Dia menyampaikan suatu pelayanan publik bisa dikatakan memiliki kualitas atau berkualitas ketika birokrasi patuh, publik puas, serta melakukan reka cipta yang memberi nilai tambah.

Maladministrasi pelayanan publik di Indonesia tidak saja menjadi masalah individual tetapi lebih sebagai problem sistemik berbasis kepemimpinan dan pemerintahan.

Untuk itu strategi menyeluruh dalam penanganan maladministrasi pelayanan publik mesti menjadi sinergi penguatan individual dan penataan sistem, termasuk mengurangi jebakan informalitas (informality trap).

"Lembaga pengawasan layanan publik yakni Ombudsman RI mesti terus meluaskan titik-titik akses pengaduan dan mengembangkan kapasitas responnya agar kian agile dan efektif dalam memproses keluhan/laporan warga," katanya berkomitmen.

Baca juga: Ombudsman terima keluhan warga terkait kelangkaan minyak tanah

Baca juga: Ombudsman apresiasi pembenahan pelayanan Dukcapil Kabupaten Kupang