Kupang (ANTARA News NTT) - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Nusa Tenggara Timur memperkirakan indeks harga konsumen di daerah setempat mengalami inflasi pada kisaran 2,30-2,70 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I/2019.
"Terjaganya inflasi tersebut diperkirakan akibat turunnya harga komoditas bahan makanan pasca kenaikan yang cukup tinggi pada akhir tahun 2018," kata Kepala Unit Kantor Perwakilan BI Provinsi NTT Krisna Setioaji di Kupang, Kamis (17/1).
Pihaknya mencatat sejumlah komoditas seperti ayam ras, telur ayam ras, ikan segar, bumbu-bumbuan serta sayur-sayuran mengalami kenaikan harga cukup tinggi saat memasuki akhir tahun 2018.
Sementara itu, tarif angkutan udara pada triwulan I/2019 diperkirakan mengalami inflasi meskipun masih relatif stabil yang didukung peningkatan frekuensi penerbangan yang masih normal di provinsi setempat.
Menurut dia, potensi risiko inflasi yang perlu diwaspadai pada triwulan I/2019 yaitu faktor cuaca ekstrim seperti hujan lebat disertai angin kencang serta gelombang tinggi.
Ia mengatakan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan produksi ternak seperti ayam dan telur berkurang karena ketahanannya menurun, selain pasokan bibit dari daerah lain yang terhambat tinggi gelombang laut.
"Gelombang laut yang tinggi juga berpotensi menyebabkan inflasi dari sisi ikan laut tangkap yang produksinya berkurang seiring terhambatnya aktivitas melaut para nelayan," katanya dan menambahkan pasokan bahan makanan dari daerah lain juga berpotensi terhambat akibat cuaca dan gelombang tinggi.
Mencermati berbagai potensi tersebut, kata Krisna, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT sejak triwulan IV 2018 hingga saat ini terus fokus pada upaya pengendalian inflasi, antara lain melalui pengaturan bongkar-muat barang di pelabuhan yang diprioritaskan pada kebutuhan pokok serta tindakan operasi pasar.
Baca juga: NTT alami inflasi 1,38 persen pada Desember 2018
Baca juga: BPS: Inflasi di NTT masih terkendali