Artikel - Anatomi konflik Sudan
Jika berkaca dari perjalanan konflik di Sudan sebelum ini, konflik sepertinya tak bisa segera diatasi, kecuali dua kubu yang bertikai sepakat bahwa perseteruan terus menerus antar-mereka hanya menyengsarakan Sudan dan membuat negara ini kehilangan mo
Uni Emirat Arab awalnya memang mendukung baik RSF maupun SAF, tetapi mereka melihat kemungkinan kembalinya fundamentalisme di Sudan yang bisa mengancam dunia Arab.
Selain itu, mereka dan juga Arab Saudi, berutang budi kepada RSF karena telah memasok pasukan dalam konflik di Libya dan Yaman.
Bersama Amerika Serikat, Inggris dan Arab Saudi, negara yang dipimpin Muhammed bin Zayed Al Nahyan yang di Indonesia diabadikan menjadi mana sebuah jalan tol itu, aktif mensponsori hadirnya pemerintah sipil di Sudan.
Uniknya, menurut sejumlah laporan media, RSF juga membina hubungan dengan Rusia lewat tentara bayaran Wagner Group, khususnya dalam mengusahakan hasil tambang emas yang hampir semuanya diangkut ke Rusia. Emas juga menjadi sumber pendanaan untuk RSF.
Namun, menyusul sanksi Barat terhadap Rusia akibat invasi di Ukraina, entitas bisnis dan individu di seluruh dunia dipaksa tidak berhubungan dengan Rusia, termasuk RSF.
Untuk itu, persoalan Sudan tak bisa dilihat semata sebagai konflik antara milisi dan angkatan bersenjata yang sah.
Ini juga pertarungan pengaruh antar negara-negara Arab, khususnya Mesir dengan Uni Emirat Arab, selain antar kekuatan-kekuatan lain, termasuk Rusia dan Amerika Serikat.
Letaknya yang strategis di tepi Laut Merah yang menjadi jalur navigasi internasional yang penting, membuat Sudan diinginkan siapa pun, termasuk mungkin juga membuat China khawatir, terutama karena letaknya yang tak jauh dari Djibouti di tanduk Afrika di mana China memiliki sebuah pangkalan militer.
Uni Emirat Arab sendiri tengah mendanai sebuah proyek pelabuhan Sudan di Laut Merah yang bisa digunakan untuk kepentingan militer. Rusia juga mungkin tak mengesampingkan posisi strategis strategis Sudan ini.
Intinya, terlalu banyak pihak yang berkepentingan di Sudan, padahal konflik di sini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi konflik kawasan.
Dalam kerangka mencari solusi konflik pun, tak hanya Uni Afrika yang berusaha keras mendamaikan Sudan, karena Liga Arab pun berusaha aktif mengingat Sudan adalah negara Arab dan oleh karena itu bagi Liga Arab solusi Sudan mesti dalam kerangka Arab.
Ini membuat persoalan di Sudan menjadi kian pelik, apalagi konflik terancam menular ke negara-negara tetangga Sudan yang meliputi Mesir dan Libya di bagian utara, Chad di barat, Sudan Selatan dan Republik Afrika Tengah di selatan, dan Eritrea serta Ethiopia di timur.
Baca juga: Telaah - Memandang kerusuhan Sumgayit 1988
Sejumlah tetangga Sudan sendiri, secara khusus mengkhawatirkan konflik Sudan mengganggu akses ke Sungai Nil yang vital bagi negara-negara Afrika timur laut, termasuk Mesir dan Ethiopia.
Konflik di Sudan juga bisa membuat tidak stabil sejumlah tetangga Sudan lainnya yang sudah dalam pengaruh asing, termasuk Republik Afrika Tengah yang sudah dalam genggaman Rusia.
Gencatan senjata, dan bukannya solusi permanen, akhirnya memang dicapai RSF dan SAF.
Baca juga: Artikel - Episode menentukan dalam satu tahun perang Ukraina-Rusia
Namun, dari sejumlah laporan, pertempuran masih saja terjadi di Khartoum, ketika SAF dan RSF saling menyerang basis-basis pertahanan mereka di ibu kota Sudan itu.
Menurut PBB, konflik Sudan sejauh ini telah memaksa 50 ribu orang mengungsi ke tujuh negara tetangga Sudan, selain membuat sistem kesehatan Sudan ambruk dan membuat sejumlah wilayah dilanda kelangkaan bahan pokok.
Baca juga: Artikel - Menyusuri jejak perang Rasul melawan kafir Quraisy di Jabal Uhud
Jika berkaca dari perjalanan konflik di Sudan sebelum ini, konflik sepertinya tak bisa segera diatasi, kecuali dua kubu yang bertikai sepakat bahwa perseteruan terus menerus antar-mereka hanya menyengsarakan Sudan dan membuat negara ini kehilangan momentum membangun diri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anatomi konflik Sudan
Selain itu, mereka dan juga Arab Saudi, berutang budi kepada RSF karena telah memasok pasukan dalam konflik di Libya dan Yaman.
Bersama Amerika Serikat, Inggris dan Arab Saudi, negara yang dipimpin Muhammed bin Zayed Al Nahyan yang di Indonesia diabadikan menjadi mana sebuah jalan tol itu, aktif mensponsori hadirnya pemerintah sipil di Sudan.
Uniknya, menurut sejumlah laporan media, RSF juga membina hubungan dengan Rusia lewat tentara bayaran Wagner Group, khususnya dalam mengusahakan hasil tambang emas yang hampir semuanya diangkut ke Rusia. Emas juga menjadi sumber pendanaan untuk RSF.
Namun, menyusul sanksi Barat terhadap Rusia akibat invasi di Ukraina, entitas bisnis dan individu di seluruh dunia dipaksa tidak berhubungan dengan Rusia, termasuk RSF.
Untuk itu, persoalan Sudan tak bisa dilihat semata sebagai konflik antara milisi dan angkatan bersenjata yang sah.
Ini juga pertarungan pengaruh antar negara-negara Arab, khususnya Mesir dengan Uni Emirat Arab, selain antar kekuatan-kekuatan lain, termasuk Rusia dan Amerika Serikat.
Letaknya yang strategis di tepi Laut Merah yang menjadi jalur navigasi internasional yang penting, membuat Sudan diinginkan siapa pun, termasuk mungkin juga membuat China khawatir, terutama karena letaknya yang tak jauh dari Djibouti di tanduk Afrika di mana China memiliki sebuah pangkalan militer.
Uni Emirat Arab sendiri tengah mendanai sebuah proyek pelabuhan Sudan di Laut Merah yang bisa digunakan untuk kepentingan militer. Rusia juga mungkin tak mengesampingkan posisi strategis strategis Sudan ini.
Intinya, terlalu banyak pihak yang berkepentingan di Sudan, padahal konflik di sini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi konflik kawasan.
Dalam kerangka mencari solusi konflik pun, tak hanya Uni Afrika yang berusaha keras mendamaikan Sudan, karena Liga Arab pun berusaha aktif mengingat Sudan adalah negara Arab dan oleh karena itu bagi Liga Arab solusi Sudan mesti dalam kerangka Arab.
Ini membuat persoalan di Sudan menjadi kian pelik, apalagi konflik terancam menular ke negara-negara tetangga Sudan yang meliputi Mesir dan Libya di bagian utara, Chad di barat, Sudan Selatan dan Republik Afrika Tengah di selatan, dan Eritrea serta Ethiopia di timur.
Baca juga: Telaah - Memandang kerusuhan Sumgayit 1988
Sejumlah tetangga Sudan sendiri, secara khusus mengkhawatirkan konflik Sudan mengganggu akses ke Sungai Nil yang vital bagi negara-negara Afrika timur laut, termasuk Mesir dan Ethiopia.
Konflik di Sudan juga bisa membuat tidak stabil sejumlah tetangga Sudan lainnya yang sudah dalam pengaruh asing, termasuk Republik Afrika Tengah yang sudah dalam genggaman Rusia.
Gencatan senjata, dan bukannya solusi permanen, akhirnya memang dicapai RSF dan SAF.
Baca juga: Artikel - Episode menentukan dalam satu tahun perang Ukraina-Rusia
Namun, dari sejumlah laporan, pertempuran masih saja terjadi di Khartoum, ketika SAF dan RSF saling menyerang basis-basis pertahanan mereka di ibu kota Sudan itu.
Menurut PBB, konflik Sudan sejauh ini telah memaksa 50 ribu orang mengungsi ke tujuh negara tetangga Sudan, selain membuat sistem kesehatan Sudan ambruk dan membuat sejumlah wilayah dilanda kelangkaan bahan pokok.
Baca juga: Artikel - Menyusuri jejak perang Rasul melawan kafir Quraisy di Jabal Uhud
Jika berkaca dari perjalanan konflik di Sudan sebelum ini, konflik sepertinya tak bisa segera diatasi, kecuali dua kubu yang bertikai sepakat bahwa perseteruan terus menerus antar-mereka hanya menyengsarakan Sudan dan membuat negara ini kehilangan momentum membangun diri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anatomi konflik Sudan