Artikel - Memupuk optimisme transisi menuju energi listrik ramah lingkungan

id trabsisi energi listrik,enrrgi surya,artikel energi Oleh M Riezko Bima Elko Prasetya

Artikel - Memupuk optimisme transisi menuju energi listrik ramah lingkungan

Aktivis Hafiz Riza (kanan) menyampaikan penjelasan tentang mainan edukasi bertenaga panas matahari saat acara 'Camping Kemerdekaan' di kawasan perkemahan Batu Kembar, Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (19/8/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

...Setelah menggunakan PLTS para pelanggan mampu menghemat biaya beban pengeluaran listrik konvensional PLN sebesar 20-30 persen, atau sekitar Rp300-600 ribu per-bulannnya untuk pelanggan rumah tangga

Direktur Aneka Energi Baru, dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM A Feby Misna mengatakan, PLTS memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan pembangkit listrik energi bersih lain, seperti Kincir Angin, Kincir Air, Biomassa, dan Geotermal.

Keunggulan pertama PLTS karena memiliki sifat ramah lingkungan yang sama sekali tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca atau gas buang seperti asap dan lainnya yang dapat menyebabkan perubahan iklim dan berimplikasi pada penurunan kesehatan manusia atau makhluk hidup lainnya.

Hal tersebut dikarenakan setiap panel PLTS mampu mengonversi energi Matahari yang ditangkap menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga, industri infrastruktur seperti jalan tol, jembatan dan bandara, termasuk untuk bisnis, seperti hotel, mal, rumah sakit, restoran, dan manufaktur/pabrik.

Perangkat PLTS yang mudah dipasang di mana saja, baik di darat maupun di perairan, dan perawatan yang murah ketimbang pembangkit listrik sejenisnya menjadi faktor lain yang mempengaruhi minat publik untuk menggunakan Energi Baru Terbarukan ini.

Kemudian baik sebagai prospek meningkatkan perekonomian Indonesia melalui ekspor produk-produk PLTS dan menciptakan lapangan kerja baru yang sedang diupayakan pemerintah.

Terlepas dari situ, tujuan utama bertransisi energi menggunakan PLTS adalah untuk mengurangi penggunaan energi kotor yang salah satunya bersumber dari pembakaran batu bara, sebagai bahan bakar pembangkit aliran listrik utama saat ini.

Pembakaran batu bara berkontribusi sebagai penyumbang terbesar polusi udara yang belakangan ini kian kentara menghantam sebagian besar daerah di Tanah Air, bahkan dunia, sehingga cepat atau lambat harus digantikan.

Hal demikian terjadi karena batu bara mengandung sulfur dan nitrogen, sehingga ketika dibakar menghasilkan sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang dapat menyebabkan hujan asam, kabut asap, dan bila terhirup dapat menimbulkan masalah pernapasan dan penyakit kronis, seperti kanker.

Panel surya ini efektif sebagai sumber energi listrik ramah lingkungan yang jumlah pemanfaatannya meningkat cukup signifikan.

Kementerian ESDM mencatat sejak tahun 2015 jumlah pemanfaatan PLTS di Indonesia terus meningkat hingga menjadi sebanyak 7.472 pelanggan per-Juli 2023.

Jumlah pelanggan tersebut meningkat cukup signifikan, yaitu bertambah sekitar 28 persen per-tahun, dari jumlah pelanggan sebelumnya sebanyak 5.926, pada periode yang sama tahun 2022.

Provinsi Jawa Barat menjadi daerah yang paling banyak menggunakan PLTS di Indonesia, yakni ada 2.692 pelanggan.

Pada tahun 2023, kapasitas PLTS di Jawa Barat telah mencapai 8,84 megawatt peak (MWp) yang penggunaannya didominasi di wilayah perkotaan yang memiliki kepadatan penduduk tinggi.

Selain itu, Jawa Barat juga merupakan salah satu pusat industri di Indonesia yang mendorong pertumbuhan penggunaan PLTS di Bumi Tatar Sunda.

Bahkan terbaru, Perusahaan Listrik Negara sedang membangun PLTS terapung Cirata yang berkapasitas 192 megawatt peak (MWp) di Purwakarta, Jawa Barat.

PLTS terapung di atas Waduk Cirata, merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Infrastrukturnya dibangun di area seluas 200 hektare yang terdiri dalam 13 blok dengan lebih dari 340 ribu solar panel dan memperkerjakan ribuan angkatan kerja baru.

Pembangunan PLTS hasil kolaborasi antara subholding PLN Nusantara Power dengan perusahaan energi asal Uni Emirat Arab (UEA), Masdar, tersebut dipersiapkan untuk mampu memproduksi 245 juta kilowatt hour (kWh) energi bersih per-tahun dan mampu mengalirkan listrik setara lebih dari 50 ribu rumah serta akan menekan emisi karbon lebih dari 200 ribu ton per-tahun.

Proyek PLTS terapung Cirata diklaim mampu menghasilkan pengembalian investasi yang menarik, meningkatkan kepercayaan investor serta sekaligus menjawab tantangan energi bersih dengan nilai investasi mencapai Rp1,7 triliun.

Selanjutnya, Provinsi DKI Jakarta menjadi daerah kedua dengan jumlah pelanggan PLTS terbanyak di Indonesia setelah Jawa Barat.

Pelanggan PLTS di DKI Jakarta per-Juli 2023 ada  1.732 yang didominasi untuk kebutuhan listrik rumah tangga, dengan kapasitas daya yang dihasilkan secara keseluruhan sebesar 6,76 MWp.

Kemudian pada posisi ke tiga nasional diikuti Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta 3,81 MWp, Sumatera Utara 2,02 MWp dan Bali sebesar 1,99 MWp.
 

Hemat biaya listrik