Artikel - Meneladani perjuangan Infirmus Abi menjaga alam untuk masa depan

id Infirmus Abi,Kalpataru,Desa Benlutu,Hari Lingkungan Hidup Sedunia,Artikel lingkungan Oleh Kornelis Kaha

Artikel - Meneladani perjuangan Infirmus Abi menjaga alam untuk masa depan

Infirmus Abi berpose saat menerima penghargaan Anugerah Kalpataru 2024 di Jakarta. ANTARA/Dok. Pribadi

Saya disebut gila oleh keluarga dan juga tetangga saya karena hanya air setiap hari," ucap Infirmus Abi saat memulai kisahnya...
Kupang (ANTARA) - "Saya disebut gila oleh keluarga dan juga tetangga saya karena hanya air setiap hari," ucap Infirmus Abi saat memulai kisahnya.

Infirmus Abi (49), pria asal Desa Benlutu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) , Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 menerima penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Keprihatinan pada masyarakat di desa kelahirannya yang harus memikul air setiap hari untuk keperluan hidup, membuatnya memikirkan cara untuk membantu masyarakat mendapatkan air bersih dengan mudah.

Pasalnya untuk sampai ke sumber mata air, warga sekitar perlu berjalan sekitar 300 meter, melintasi jalan yang curam dan licin yang bisa berbahaya bagi keselamatan jiwa yang menjalaninya.

Belum lagi saat sudah mendapatkan air, warga di dusun sekitar harus memikul air dengan kondisi jalan setapak yang mendaki tanpa ada tangga dan juga pegangan di kiri kanan.

Menghadapi kondisi sulit seperti itu, sudah merupakan hal yang biasa bagi, terutama tahun 2020-an dan sebelumnya. Pada tahun-tahun berikutnya, warga sekitar sudah mudah mendapatkan air bersih.

Kemudahan itu didapatkan warga berkat perjuangan dari Infirmus Abi, pria separuh baya yang tidak sempat menyelesaikan sekolahnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen So'e pada tahun 1992 itu. Infirmus Abi berhasil menyambungkan air dari sumbernya di dekat kampung tempatnya lahir ke rumah-rumah warga sekitar.

Hal itu dilakukannya secara sendiri dan suka rela. Tidak ada warga atau keluarganya membantu, bahkan istrinya pun hanya bisa marah-marah dan mengeluh karena sikap Infirmus yang kala itu dinilai tidak memperhatikan keluarganya.
 

Dirinya disebut gila oleh keluarganya, bahkan orang sekitar, karena selama tiga tahun keluarganya merasa kurang diperhatikan.

Selama tiga tahun, setiap jam enam pagi dia pergi ke mata air dan baru pulang jam tujuh malam, demi membantu warga mendapatkan air dengan mudah.

Mengenang masa-masa itu, wajahnya sedih, air matanya tampak tergenang di pelupuk matanya. Hatinya sedih karena sikap orang-orang terdekat kepadanya yang dia nilai tidak mampu memahami perjuangannya demi memenuhi kebutuhan orang banyak.

Infirmus berkaca ke belakang, semua tantangan itu justru menjadi cambuk bagi dirinya untuk membuktikan kepada keluarganya dan warga sekitar bahwa dia bisa melakukan apa yang sudah dikerjakan dari awal.

Suami dari Yasinta L Klau itu kemudian pada tahun 2019 meminta bantuan dari pemerintah desa agar menganggarkan Dana Desa untuk membeli pompa hidran serta pipa agar bisa mengalirkan air ke Desa Lalip, tempatnya tinggal.

Pemerintah desa kemudian menyetujuinya, namun proses pengerjaannya hanya dilakukannya sendiri tanpa bantuan warga atau keluarga terdekat. Sebab, kala itu, tidak ada yang percaya bahwa usaha yang dilakukan Infirmus akan membuahkan hasil.

Meskipun bekerja di tengah ketidakpercayaan warga lain, Infirmus tetap pada tekadnya. Dipikirannya, dia hanya tidak ingin nanti anak cucunya dan warga lain setiap hari harus turun naik bukit untuk mengambil air. Cukup dia dan warga semasanya saja yang melakukan itu.

Usahanya berhasil, Infirmus bisa menyambungkan air dari mata air menuju dusun tempat dia tinggal, bahkan panjang pipanya mencapai lima kilometer. Air pun sempat mengalir.

Hanya sayang, beberapa warga yang tidak senang dengan keberhasilannya, memotong pipa air yang sudah dipasangnya sendiri dengan susah payah itu, sehingga air yang sudah berhasil mengalir terbuang begitu saja.

Ada kurang lebih 15 titik lokasi yang pipanya dipotong orang tidak bertanggung jawab, hanya karena melihat keberhasilan Infirmus Abi.

Dia kemudian mengambil dana pribadinya, tanpa sepengetahuan istrinya sebesar Rp800 ribu untuk membeli pipa bekas untuk dilas agar bisa tersambung lagi air yang sudah mengalir itu.

Kala itu, istrinya marah besar karena untuk membeli beras saja susah, tetapi uangnya malah digunakan untuk mmbeli pipa bekas.


Mempertahankan mata air