Artikel - "Jembatan hijau" kemitraan energi terbarukan Indonesia-China

id kerja sama Indonesia-China,energi terbarukan,pln,energi pln,artikel pln Oleh Indra Arief Pribadi

Artikel - "Jembatan hijau" kemitraan energi terbarukan Indonesia-China

Ilustrasi - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, Jawa Barat, berkapasitas 192 megawatt peak (MWp). ANTARA/HO-PT PLN

...Pemerintahan Prabowo perlu membuat iklim investasi yang mendukung derasnya investasi energi terbarukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan kerangka kebijakan dan regulasi, memperbaiki proses perizinan, dan insentif untuk operasional ag

Jakarta (ANTARA) - China menjadi magnet dalam perkembangan energi terbarukan dunia seiring dengan kesadaran meninggalkan energi fosil yang meluas secara global.

Dalam peta geopolitik dunia saat ini, energi memegang peranan penting. Negara pemilik kekayaan dan pengguna energi terbarukan niscaya menjadi kekuatan baru.

Dalam kunjungan luar negerinya untuk pertama kali sebagai Presiden RI, Prabowo Subianto mengunjungi China dengan membawa berbagai misi kerja sama, di antaranya untuk pengembangan kerja sama energi, pangan, ekonomi biru, dan kesejahteraan rakyat.

Presiden ke-8 RI itu ingin mempererat kerja sama dengan China yang selama ini sudah terjalin baik. Meyakinkan para pebisnis utama China, Prabowo menekankan bahwa Indonesia selalu memegang prinsip "seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak".

China tercatat sebagai salah satu negara dengan perkembangan energi terbarukan yang progresif di dunia. Hal tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperkokoh "jembatan hijau" kerja sama energi yang sejalan dengan orientasi kebijakan nasional pada pembangunan berkelanjutan dan pencapaian emisi nol karbon 2060.

Badan Energi Terbarukan (International Renewable Agency/Irena) pada awal tahun ini memublikasikan riset bahwa China menjadi penyumbang terbesar dalam penambahan kapasitas energi terbarukan di Asia, dengan porsi hingga 91 persen. Kapasitas energi terbarukan China disebut meningkat 63 persen menjadi 297,6 GW.

Kontribusi itu jelas signifikan karena Asia juga memegang peranan penting hingga 69 persen atau 326 GW dalam pengembangan energi terbarukan di dunia.

China bahkan disebut "kekuatan energi terbarukan dunia" oleh Badan Energi Internasional (International EnergyAgency/IEA) dengan perkiraan kontribusi 60 persen dari kapasitas energi terbarukan baru yang beroperasi secara global pada 2028.

Beberapa penyebab pesatnya perkembangan energi terbarukan China adalah rantai pasok yang sudah terbangun secara komprehensif di negeri Tirai Bambu itu disertai dukungan industri, seperti untuk pembangkit tenaga surya (fotovoltaik) dan juga baterai litium yang banyak digunakan untuk produksi kendaraan listrik.

Selain itu, China juga mampu merancang dan menerapkan teknologi yang mumpuni untuk mempercepat energi terbarukan. Sejumlah peneliti di lembaga multinasional bidang energi menyebut kelebihan China adalah komitmen tegas disertai pelaksanaan yang konsisten dalam pengembangan energi terbarukan.

Pesatnya rantai pasok energi terbarukan dan teknologi di China telah menyebabkan efisiensi produksi dan peningkatan daya saing, yang didukung oleh infrastruktur industri dan lingkungan kebijakan yang maju.


Dukungan rantai pasok dan teknologi