Kupang (ANTARA NTT) - Pengamat Politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Lorens Sayrani MPA menilai calon Presiden Joko Widodo memiliki keunggulan lebih untuk mendulang banyak suara di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Pilpres 2019.
"Disadari atau tidak, Capres Jokowi memiliki keunggulan lain sebagai Presiden karena dia sering datang ke NTT yang terhitung sudah sekitar delapan kali berkunjung dan banyak membangun untuk daerah ini," katanya kepada Antara di Kupang, Senin (4/3).
Dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi, telah dibangun dua buah bendungan raksasa di NTT, yakni Rotiklot di Kabupaten Belu dan Raknamo di Kabupaten Kupang yang saat ini sedang dalam proses pengisian air.
Lima bendungan lainnya, yakni Napung Gete di Kabupaten Sikka, Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang saat ini sedang dalam proses pembangunan, serta bendungan Welkis di Kabupaten Belu, Manikin di Kabupaten Kupang serta Lambo di Kabupaten Nagakeo.
Selain itu, pemerintahan Jokowi-JK telah membuat wilayah perbatasan NTT-Timor Leste menjadi jauh lebih indah dengan pembangunan pos lintas batas antarnegara (PLBN) di Mota Ain, Kabupaten Belu, Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara serta Motamasin di Malaka.
Sayrani mengatakan, keunggulan ini menjadi nilai tersendiri dalam kontestasi Pilpres yang kemudian dipakai untuk menunjukkan kepedulian figur tertentu terhadap daerah ini.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undana Kupang itu mengatakan, keterikatan antara masyarakat sebagai pemilih dengan figur menjadi variabel penentu perolehan suara Pilpres 2019.
Baca juga: Capres Jokowi akan berkunjung ke NTT
"Karena itu menurut saya petahana memiliki nilai plus dalam menarik perhatian publik dengan berbagai program-program yang sudah dilakukan," katanya.
Sayrani mengatakan, variabel lain yang turut menentukan perolehan suara yaitu keterikatan antara pemilih dengan partai politik di daerah.
Ia memberikan contoh, secara tradisional, masyarakat di NTT lebih dekat dengan partai tertentu seperti Partai Golkar, Partai PDI Perjuangan, atau lainnya.
"Namun saat ini kalkulasi semacam ini tidak cukup valid karena persoalan loyalitas pemilih terhadap partai politik yang semakin berubah dan cenderung berkurang," katanya.
Menurutnya, hanya saja dalam kondisi ini, partai politik masih bisa diuntungkan karena adanya keterikatan antara pemilih terhadap figur tertentu.
"Misalnya untuk partai-partai pendukung Capres Jokowi akan lebih dimudahkan dalam mendulang suara karena keterikatan pemilih dengan sosok figur yang sudah akrab di mata masyarakat NTT," katanya.
Ia menambahkan, namun secara keseluruhan kombinasi antara keterikatan masyarakat pemilih terhadap partai politik dan terhadap figur menjadi penentu seberapa besar perolehan suara dalam Pemilu.
Baca juga: Akademisi: Jawaban Prabowo untungkan Jokowi
Baca juga: Akademisi: Kedua Capres tak miliki pandangan luas tentang pangan