Kupang (ANTARA) - Warga eks Pejuang Timor Timur di Desa Naibonat, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengaku menolak untuk menempati 2.100 unit rumah bagi mereka yang dibangun oleh pemerintah karena sejumlah fasilitas pendukung belum ada di lokasi tersebut.
“Hari ini kalau mau pindah kami siap, tetapi apakah di sana sudah ada sekolah, kasihan masa depan anak kami kalau di sana tidak ada sekolah,” kata Atino juru bicara warga eks pejuang Timor Timur di Desa Naibonat, Kabupaten Kupang, Kamis.
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan polemik 2.100 rumah bagi warga pejuang eks Timor Timur yang dibangun oleh pemerintah dengan anggaran senilai Rp1 miliar.
Tak hanya itu mereka juga mempermasalahkan lahan di rumah yang dibangun tersebut, yang mana tidak ada tempat untuk bercocok tanam, sebab mayoritas warga yang dipindahkan ke sana adalah para petani.
“Kami mau bertani di sana tidak bisa, lalu kami makan apa, kami mau beternak di sana juga tidak bisa, lalu kami harus berbuat apa di sana,” ujar dia.
Dia mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan lokasi yang saat ini ditempati selama kurang lebih 27 tahun, mereka bisa bertani dan beternak, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menyekolahkan anak.
Selain masih belum lengkapnya fasilitas di lokasi tersebut, yang membuat mereka menolak masuk juga adalah masih adanya penyelidikan oleh pihak Kejaksaan terkait dugaan penyelewengan pembangunan sejumlah rumah tersebut.
Di mana beberapa pihak telah diperiksa, termasuk pihak Kejaksaan juga sudah memintai keterangan dari Wamen PU Diana Kusumastuti di Jakarta beberapa hari yang lalu.
Mereka juga menyayangkan dalam rencana relokasi tersebut, mereka tidak pernah diajak untuk berdiskusi tentang pemindahan mereka ke 2.100 unit rumah oleh Forum Komunikasi Pejuang Timor Timur (FKPTT).
“Mereka tidak pernah datang bicara dengan kami, tiba-tiba saja, beberapa KK sudah terdata untuk dipindahkan ke sana,” ujar dia.
Terkait hal tersebut Danrem 161/Wira Sakti Brigjen TNI Joao Xavier Barreto Nunes yang berdialog dengan mereka, meminta untuk menyampaikan penolakan mereka tersebut, kepada pemerintah setempat.
“Saya datang hanya untuk mendengarkan dan mencari solusi bersama dengan bapa mama di sini, agar bisa dapat jalan keluar untuk masalah ini,” ujar dia.