Pemkab Lembata harus berperan evakuasi bangkai KM Shimpo16

id km shimpo

Pemkab Lembata harus berperan evakuasi bangkai KM Shimpo16

KM Shimpo 16 yang tenggelam di Pelabuhan Lewoleba. Lembata,NTT. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Keberadaan bangkai KM Shimpo 16 yang tenggelam di kolam labuh Pelabuhan Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 10 Desember 2019 lalu, sangat mengganggu aktivitas mudik Natal dan Tahun Baru 1 Januari 2020 dari dan ke pelabuhan itu
Kupang (ANTARA) - Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTT Isyak Nuka mengatakan Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), seharusnya mengambil peran sentral dalam mengevakuasi bangkai KM Shimpo 16, yang tenggelam di kolam labuh Pelabuhan Lewoleba pada 10 Desember 2019 lalu.

"Rekomendasi saya adalah, pemerintah daerah harus proaktif dan mengambil peran sentral untuk segera mengevakuasi bangkai kapal tersebut," kata dia, di Kupang, Kamis (2/1).

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan keluhan masyarakat mengenai keberadaan bangkai kapal motor Shimpo 16 di Pelabuhan Lewoleba, dan penyebab belum dievakuasinya bangkai kapal tersebut.

KM Shimpo 16, tenggelam di kolam labuh Pelabuhan Lewoleba pada Selasa, (10/12) 2019 lalu.

Kapal tersebut tenggelam karena ditabrak KM Maju 8 pada bagian lambung kapal sehingga lambung kapal bagian depan sebelah kanan mengalami jebol, dan air masuk dengan cepat sehingga mengakibatkan kapal miring ke kanan dan tenggelam.

KM Shimpo 16 membawa muatan semen Tonasa sebanyak 1700 ton dari Biringkasih, Makassar yang dibongkar di Pelabuhan Lewoleba, dan baru dibongkar sebanyak 143 ton, sebelum tenggelam.

Dia menambahkan, mestinya tidak sulit karena pada saat air laut surut, bangkai kapal bisa dipotong dan ditarik menggunakan alat berat, tetapi sampai saat ini, bangkai kapal belum juga dievakuasi.

Namun, menurut analisa dia, ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab lambatnya pekerjaan evakuasi bangkai kapal itu dari kolam labuh Pelabuhan Lewoleba.
KM Shimpo 16 yang tenggelam di Pelabuhan Lewoleba. (ANTARA/Istimewa)

Kemungkinan pertama adalah, pemilik kapal sudah tidak punya kemampuan finansial untuk membiayai proses evakuasi bangkai kapal tersebut.

Kedua, pemilik kapal masih menunggu pertanggungjawaban pemilik KM Maju 8 yang menabraknya. Terkait ini harus menunggu hasil investigasi oleh KNKT.

Ketiga, pemerintah daerah dan pemerintah pusat masih saling lempar tanggung jawab soal kewenangan pengelolaan Pelabuhan Lewoleba.

"Lalu siapa yang mesti mengambil inisiatif menanggulangi permasalahan tersebut karena berkaitan dengan konsekuensi anggaran," katanya menjelaskan.

Karena itu, dia merekomendasi agar pemerintah daerah harus proaktif dan mengambil peran sentral untuk segera mengevakuasi bangkai kapal tersebut.

Langkah ini penting karena keberadaan bangkai kapal tersebut sangat berdampak buruk terhadap ekonomi masyarakat, perdagangan, pariwisata, sosial, pendidikan dan lainnya.

"Urusan hukum dan ganti rugi, serta lain-lainnya, akan diatur kemudian sesuai mekanisme dan regulasi yang berlaku, tetapi evakuasi dulu bangkai kapal sehingga tidak mengganggu aktivitas di pelabuhan itu," katanya menambahkan.