Perlu Riset Ilmiah tentang Komodo

id Komodo

Perlu Riset Ilmiah tentang Komodo

Dua orang turis asal Italia tengah melihat dari dekat biawak Komodo (varanus kommodoensis) saat melintas di Pulau Rinca, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. (Foto ANTARA/Adi Lazuardi)

"Perilaku dan sensitifitas satwa komodo harus diteliti sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan di kemudian hari," kata Marius Ardu Jelamu.
Kupang (Antara NTT) - Dinas Pariwsata Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan riset ilmiah terkait perilaku satwa Komodo di Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

"Perilaku dan sensitifitas satwa komodo harus diteliti sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan di kemudian hari," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu saat dihubungi Antara di Kupang, Kamis.

Ia mengatakan, permintaan itu sebelumnya sudah disampaikan namun ia kembali menegaskan hal itu mengingat adanya kejadian seorang wisatawan sekaligus fotografer asal Singapura bernama Loh Lee Aik (68), yang digigit komodo (varanus komodoensis) di Pulau Komodo pada Rabu (3/5) sore.

Korban digigit pada bagian betis kakinya ketika memotret seekor komodo yang sedang memangsa kambing yang sudah menjadi bangkai dengan jarak lokasi korban itu sekitar 200 meter dari Desa Komodo.

Masyarakat yang mengetahui hal tersebut langsung bergerak cepat membawa korban menyeberang ke Labuan Bajo untuk di rawat di Rumah Sakit setempat.

Menurutnya, satwa komodo perlu diteliti secara ilmiah untuk mengetahui sejauh mana hewan itu bereaksi terhadap rangsangan yang ditimbulkan dari luar seperti suara atau kegaduhan, warna, cahaya dan lainnya.

Hal itu, katanya, penting mengingat kunjungan wisatawan dari berbagi daerah dan belahan dunia terus membeludak dari waktu ke waktu yang datang menyaksikan satwa purba yang menjadi keajaiban dunia itu.

"Kalau kita sudah ketahui seperti apa reaksi komodo terhadap rangsangan dari luar melalui riset maka tentu bisa diantisipasi dengan mengatur sedemikian rupa kunjungan wisatawan ke daerah itu," katanya.

Ia menginginkan agar hasil penelitan nantinya dapat dipublikasikan ke mancanegara sehingga menjadi referensi bagi wisatawan asing yang mengunjungi Pulau Komodo sehingga wisatawan mengetahui jelas apa yang meski dilakukan dan dilarang.

Ia mencontohkan, reaksi komodo terhadap wisatawan sekaligus fotografer asal Singapura yang diserang tersebut ketika sedang menggunakan kamera untuk memotretnya.

"Apakah satwa komodo ini bisa saja bereaksi terhadap rangsangan cahaya kamera sehingga dia balik menyerangnya," katanya dalam nada tanya.

Lebih lanjut Marius khawatir jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Komodo yang terus membeludak itu berpengaruh pada lingkungan atau habitat komodo yang membuatnya stres, jatuh sakit, dan berusia pendek.

Untuk itu, ia meminta pengelola Taman Nasional Komodo bisa menyiasatinya dengan pola kunjungan melalui pembagian kloter-kloter yang mengatur jumlah dan waktu kunjungan secara bergantian.

"Tentu kita tidak ingin agar satwa komodo yang merupakan satu-satunya di dunia ada di daerah kita ini jatuh sakit dan berusia pendek yang membuatnya semakin punah. Satwa komodo merupakan harta karun yang menarik arus wisatawan yang membawa dampak ekonomi untuk kemajuan NTT," katanya.