31 Persen Pelajar di NTT Terserang Malaria

id Malaria

31 Persen Pelajar di NTT Terserang Malaria

Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur Kornelius Kodi Mete

Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat 31 persen kasus malaria di NTT menyerang para pelajar atau anak-anak usia sekolah di daerah itu sejak tahun 2016.
Kupang (Antara NTT) - Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat 31 persen kasus malaria di NTT menyerang para pelajar atau anak-anak usia sekolah di daerah itu sejak tahun 2016.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT Kornelius Kodi Mete di Kupang, Jumat, menyebutkan jumlah kasus malaria yang terjadi di provinsi kepulauan itu pada 2016 mencapai 29.000 kasus.

Selain menimpa para pelajar, penyakit yang disebabkan oleh plasmodium yang disebarkan oleh nyamuk anopheles betina itu juga melanda para balita di daerah itu sebanyak 18 persen dan ibu hamil dua persen.

Menurutnya, tingginya kasus malaria menjadi beban kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan dan berisiko tinggi (ibu hamil, bayi dan balita).

Kornelius mengatakan, penyebaran penyakit malaria itu terdapat di 22 kabupaten/kota dengan tingkat endemisitas bervariasi, namun terdapat tujuh kabupaten yang tingkat endemisitasnya lebih tinggi atau stadium merah yakni semua kabupaten se-daratan Pulau Sumba, Kabupaten Lembata, Belu, dan Ende.

Sisanya, kata dia, sekitar sembilan kabupaten memiliki endemis sedang atau stadium kuning, dan yang lainnya endemis rendah atau stadium hijau, artinya belum ada satu daerah pun di NTT yang betul-betul bebas dari malaria atau stadium putih.

Tingginya penyebaran penyakit yang berdampak pada kesakitan dan kematian itu menempatkan NTT tercatat sebagai daerah penyumbang malaria terbesar di Indonesia pada urutan ketiga setelah Provinsi Papua dan Papua Barat.

Menurut Kornelis, meskipun berbagai upaya penanganan telah dilakukan dan sudah menurunkan angka penderita malaria yang tercatat dari 2006-2016 mencapai 74,9 persen, namun kenyataannya penyakit tersebut terus menyerang masyarakat di daerah itu dengan cepat.

"Jadi meskipun tingkat endemisitas di setiap kabupaten berbeda tapi, baik yang stadium tinggi, sedang, atu rendah, tetaplah malaria bisa menyebar dengan cepat selama plasmodium itu ada pada nyamuk dan menyerang manusia," katanya.

Untuk itu, menurutnya, langka penanganan perlu dilakukan secara masif melibatkan berbagai elemen baik pemerintah melalui dinas terkait, swasta, LSM, sekolah-sekolah, hingga masyarakat di desa-desa.

Ia mengatakan, pemerintah setempat telah berkomitmen untuk membebaskan NTT dari malaria hingga 2023 mendatang.

Dari aspek kebijakan, katanya, langkah itu telah didukung dengan peraturan yang telah digodok dan segera diterbitkan melalui Peraturan Gubernur NTT Tahun 2017 Tentang Eliminasi Malaria di Provinsi NTT Tahun 2023.

"Bapak Gubernur sudah berkomitmen dan telah menandatangani Pergub tersebut sehingga nanti tinggal kita tunggu dan ikut langkah-langah selanjutnya, termasuk kita konsultasikan juga dengan pemangku kebijakan di daerah karena ada daerah yang sudah memiliki Perda tentang Nyamuk," katanya.

Kornelis pun mengimbau agar masyarakat di daerah itu terus mewaspadai penularan penyakit malaria dengan melakukan berbagai langkah-langkah sederhana secara rutin seperti membersihkan sarang nyamuk, membunuh jentik-jentik, dan sebisa mungkin menghindari gigitan nyamuk.