Jakarta (Antara NTT) - Pengalaman setiap tahun terutama selama Ramadhan hingga Lebaran, saat harga daging sapi selalu mahal hingga mencapai Rp150.000 per kilogram sepertinya sudah menjadi tradisi yang harus dialami oleh masyarakat.
Kelangkaan serta panjangnya jalur distribusi daging sapi menjadi penyebab harga komoditas tersebut menjadi mahal sekalipun pada akhirnya masyarakat tetap membeli karena memang membutuhkan untuk disantap bersama saudara dan handai-taulan saat Hari Raya Idul Fitri.
Situasi tidak menyenangkan yang terus berlangsung setiap tahun tersebut diharapkan tidak lagi terjadi dalam jangka menengah dan panjang setelah pemerintah mencanangkan program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) 2017.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman melakukan pencanangan "Inseminasi Buatan (IB) Serempak se-Indonesia" yang dipusatkan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada 15 November 2016.
Pada hari itu sebanyak 11.000 sapi secara serempak di seluruh provinsi se-Indonesia dilakukan IB kecuali DKI Jakarta dan Kepulauan Riau.
Acara "IB Serempak se-Indonesia" sengaja dipusatkan di KUNAK yang merupakan salah satu model pembangunan peternakan yang dikembangkan dengan pendekatan pembangunan yang holistik, bukan sekadar pembangunan teknis peternakan, namun juga pembangunan ekonomi wilayah.
Hasil dari pembangunan kawasan ini sudah dapat dilihat dengan telah terwujudnya satu kawasan usaha produksi sapi perah yang dilakukan oleh 180 peternak dengan populasi sapi mencapai 2.150 ekor dan produksi susu sebanyak 11 ribu liter per hari.
Optimalisasi IB merupakan salah satu strategi untuk peningkatan produktivitas sapi perah di Indonesia sehingga kegiatan "IB Serempak se-Indonesia" ini sebagai gerakan masyarakat peternak di Indonesia untuk lebih menyemangati peternak dalam mengembangbiakkan ternaknya.
Kegiatan IB serempak se-Indonesia ini merupakan salah satu strategi dalam pelaksanaan Upsus Siwab 2017. Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mewujudkan kemandirian pangan asal ternak dan meningkatkan kesejahteraan peternak sekaligus mengejar swasembada sapi 2026 seperti yang ditargetkan Presiden Joko Widodo.
Upsus Siwab merupakan gerakan nasional sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun sebelumnya guna lebih mendorong pertumbuhan sapi dan kerbau yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting.
Upsus Siwab akan memaksimalkan potensi sapi indukan di dalam negeri untuk dapat terus menghasilkan pedet (anak sapi) dalam rangka menambah populasi ternak nasional.
Pada 2017 ditetapkan 4 juta akseptor sapi dan kerbau dengan target kebuntingan ternak 3 juta ekor. Selain dari kelahiran anak sapi/kerbau, target lain yang akan dicapai yaitu menurunnya angka penyakit gangguan reproduksi dan menurunnya pemotongan sapi betina produktif.
Upsus Siwab dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan fokus kegiatan optimalisasi pelaksanaan perkawinan secara IB. Upsus Siwab 2017 dilaksanakan melalui strategi optimalisasi pelaksanaan Inseminasi di 33 provinsi yang dibagi menjadi tiga daerah, yakni pertama daerah sentra sapi yang pemeliharaannya sudah dilaksanakan secara intensif yaitu di Jawa, Bali dan Lampung.
Kedua daerah sentra ternak dengan sistem pemeliharaan semi intensif tersebar di Sulawesi Selatan, Sumatera dan Kalimantan, ketiga daerah ekstensif yang tersebar di NTT, NTB, Papua, Maluku, Sulawesi, NAD, dan Kaltara.
Untuk mendorong Upsus SIWAB ini Kementerian Pertanian pada 2017 menyiapkan anggaran Rp1,1 triliun untuk menjalankan serangkaian program unggulan percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting, yang meliputi pengadaan sarana dan peralatan IB, penyediaan pakan berkualitas, pelatihan petugas, dan pengawasan lapangan.
Berdasarkan tingkat partisipatori peternak, pelaksanaan IB dibedakan menjadi swadaya (sebagian besar partisipasi masyarakat), pengembangan (peran pemerintah dan masyarakat berimbang), dan introduksi (sebagian besar peran pemerintah).
Populasi ternak
Di samping kegiatan utama di atas, juga dilakukan kegiatan penanaman hijauan pakan ternak (rumput dan/legume) dan penyediaan sumber air (embung) untuk meningkatkan ketersediaan pakan hijauan, selain itu juga menyediakan obat-obatan dan vaksin untuk meningkatkan status kesehatan hewan, penanganan medis terhadap ternak yang mengalami gangguan reproduksi, serta penyelamatan betina produktif sebagai satu rangkaian kegiatan Upsus Siwab.
Indonesia memiliki populasi sapi perah sebanyak 518.649 ekor pada tahun 2015, dengan jumlah produksi sebesar 835.100 ton (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2016). Total kebutuhan untuk konsumsi susu sapi nasional pada 2015 sebesar 3.838.215 ton per tahun atau 15 liter per kapita per tahun.
Produksi lokal berupa susu segar baru mencapai 22 persen dari kebutuhan, dan kekurangannya 78 persen masih harus dipenuhi dari impor yakni 3.003.115 ton dalam bentuk produk olahan susu.
Beberapa penyebab dari kondisi ini diantaranya harga susu segar di tingkat peternak yang relatif rendah dan kesejahteraan peternak belum baik menjadi sesuatu hal yang kurang diminati peternak untuk menjalankan usaha sapi perah, konsumsi susu segar yang masih rendah.
Selain itu juga tingkat produktivitas ternak perah yang rendah, manajemen kelembagaan kelompok yang belum efektif dan efisien, belum ada investasi untuk penyediaan bibit ternak perah, serta pertumbuhan populasi sapi perah yang cenderung menurun sejak tahun 2011 karena banyak dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging sapi.
Selain dengan mengadakan IB melalui program Upsus Siwab tersebut harga pembelian susu dari kisaran Rp5.000 per liter kepada peternak akan dinaikkan menjadi di kisaran Rp6.000 jika disetuji DPR.
Dengan begitu, peternak akan lebih produktif di tengah meningkatnya biaya operasional yang menjadi kendala peternak saat ini. Pemerintah tidak ingin peternak sapi berjalan sendiri tapi pemerintah harus hadir dan mendampingi mereka.